Friday 2 June 2017

Perantau Dengan Pilihannya

DAVID CAESSARRE
00000011014



*suasana di basecamp R2 Natasya Tech ketika didatangi untuk wawancara. Lokasi bengkel ini disekitaran stasiun serpong .
Suara bising dari sirine itu dan kelap-kelip lampu  biru dari strobo, membuyarkan pikiran setiap orang disana. Dua buah mobil dan sebuah bis bertuliskan POLISI dengan ditemani tiga mobil bak terbuka bertuliskan patroli, mendekat kearah kerumunan yang dalam sekejap kehilangan fokus dan membuat mereka bergerak tanpa berpikir. Entah berapa gelas kopi panas yang akhirnya tercecer di aspal karena kepanikan itu. Aromanya naik seperti halnya kepanikan sang pembuat kopi, yang mengandalkan sepeda motor dengan gerobak minuman dibelakangnya. Motor-motor banyak yang terlihat sendiri tanpa kehadiran sang pemilik, karena ternyata sudah ikut lari dengan orang yang belum tentu dikenalnya. Pemandangan itu disaksikan jalan tol Jakarta-Merak, dan membangunkan pusat perbelanjaan seluas 7.8 hektare dengan tulisan @mallalamsutera yang mungkin sudah terlelap. Maklum sudah pukul 01.09 WIB kala itu.

TMC Polda Metro Jaya memang sedang giat dalam memberantas gangguan-gangguan Kamtibnas ( tawuran, geng motor, terorisme, narkoba, ormas anarkis, begal, balapan liar) akhir-akhir ini. Penangkapan-penangkapan pihak yang diduga menganggu kemanan masyarakat sedang kerap terjadi. Pasukan demi pasukan diturunkan untuk mengawasi dan mengamankan masyarakat. Salah satu pasukannya, telah membuat panik banyak orang di jalur Sogo ( belakang mall alam sutera) yang telah menjadi sirkuit pembalap amatir untuk tunjuk gigi.
Banyak pembalap yang kebanyakan  masih berusia antara lima belas hingga dua puluh tiga tahun, mengatakan bahwa jalur Sogo memiliki banyak kelebihan dari spot lain. Jalur yang panjang, mulus, dan belom dipasangi speed trap menjadi penarik perhatian mereka. Memang masih ada jalur lain yang menjadi primadona seperti halnya jalur BSD (didepan mall Q-Big) dan di dekat perumahan Wonderland, tapi pemandangan lampu mobil yang melintas dijalan tol tidak akan didapatkan di jalur lain.
Hal inilah juga yang membuat Indra, pria dua puluh tahun dengan darah Jawa-Padang ini senang berkunjung kejalur Sogo. Sesekali, ia datang bersama perempuan yang ia kenal dari facebook, kadang juga ia datang dengan teman-teman sepermainan. Ia sering bernostalgia bagaimana jalur ini mengangkatnya menjadi pembalap yang satu level diatas,  dibandingkan mereka-mereka yang masih balapan di Sogo. Asap rokoknya kali itu, membawanya terbang kemasa awal Indra sang perantauan memacu motornya di kawasan Jabodetabek.
“ Kalau naik motor bobokan, udah mulai dari smp,” tutur dia sambal menghisap rokok tak berfilter dengan dorongan kopi hitam. Selama masa sekolah di Padang, ia telah mengenal motor-motor dengan mesin yang tidak seharusnya, yang dapat menghasilkan tenaga yang tidak wajar. Hal-hal seperti itu membuat pria ini jatuh hati dengan ganasnya adrenalin yang terpacu dari kencangnya laju motor.
Semakin bertambah umur, sensasi yang ia dapatkan lebih meningkat. Menggunakan motor orang lain untuk balapan dan dibayar ketika menang membuat ia menekuni hal kesukaannya ini. “ Ketika ada keinginan, jalanin dulu aje, jangan ditahan,” ungkapnya. Dia mengaku bahwa kekalahan yang menyebabkan uangnya terkuras membuatnya semakin ketagihan untuk terus balapan di jalur-jalur tertentu di Padang.
Beranjak dewasa, ia memutuskan untuk pergi ke Jakarta, mencoba menjalani hidupnya jauh dari kenyamanan keluarga dan keramahan daerah asal. Sempat luntang-lantung di jalanan Ibu Kota layaknya perantau tanpa perencanaan di kota yang ditujunya, ia pun bekerja menjadi operator disalah satu warung internet di Tangerang. Ia sadar bahwa relasi degan warga lokal sangat dibutuhkan oleh perantau sepertinya. Ia berusaha menjadi orang yang ramah dan membuka diri dengan sekitarnya agar hubungan dapat terjalin dengan sekitarnya.

*indra dengan motor tunggangannya
Hasil tidak akan mengingkari proses ucapnya. Setelah berusaha membuka diri dengan sekitar, dia mendapatkan seorang kenalan yang tanpa sengaja bertemu di warnet dan kebetulan memiliki bengkel khusus untuk motor yang akan digunakan untuk balapan liar. Merasa memiliki ketertaikan yang sama, merekapun membangun hubungan kerja sama dengan asas hobi yang dimilikinya. Indra pun memiliki aktivitas lain selain menjaga warnet setelah pertemuannya dengan Lali ( bukan nama sebenarnya), yang ternyata salah satu anggota dari Kepolisian Tangerang.
*bengkel R2 Natasya Tech
Lali memiliki  rumah tipe 36 didaerah Stasiun Serpong yang ia kontrak dari salah satu haji di lingkungannya, dan rumah itu sengaja ia jadikan bengkel sekaligus basecamp bagi kelompoknya. Tulisan berwarna hitam yang kelihatannnya menggunakan pilox bertuliskan R2 Natasya Tech terpampang diatas rolling door yang sudah lumayan rapuh. Nama itu diangkat  entah dari mana. “ Soalnya waktu itu gw lagi deket sama bocah namanya Natasya. Jadi biar keliatan romantis gw buat jadi nama bengkel dah,” ujar Lali sambil menggaruk rambutnya yang cepak khas anggota kepolisian itu.
Petualangan awal Indra dimulai ketika kehadirannya diterima di bangkel itu. Indra yang tidak tahu apa-apa, dimana posisinya sekrang, dan siapa saja yang ada dihadapannya, hanya bisa diam . Mulailah perbincangan ringan masalah motor-motor khusus balapan di jalanan. Dilain hari, kemampuan Indra di uji untuk memacu motor yang entah gabungan dari berapa jenis. Nampak jelas rangkanya berbentuk motor-motor transmisi matic, namun mesinnya sudah menggunakan mesin motor kelas 150 cc atau mungkin lebih. Tanpa pengaman kepala, ia pacu motor itu hingga bara dari rokok dimulutnya seakan membuat lintasannya sendiri. Pengalamannya membuktikan bahwa ia berkualitas dalam hal-hal yang memang menjadi kesenangannya.
Hubungan yang terjalin dengan rekan-rekan bengkel, Lali dan Indra bukan hanya sekedar hubungan di jalur ketika harus bertaruh di lintasan, namun kemudian berkembang menjadi hubungan persaudaraan diantara mereka. Indra pun akhirnya tinggal bersama-sama mereka di sebuah kontrakan yang tidak bisa dikatakan luas, namun kehangatan antar penghuni membuatnya selalu nyaman. Belasan asbak terlihat disudut-sudut ruangan, dan entah berapa banyak bungkus rokok yang sudah menumpuk di sela-sela diatas pintu utama. Dibeberapa sudut rumah, cat mulai kelihatan hitam, mungkin karena kotor terkena abu rokok.
*motor-motor yang biasa dipajang oleh bengkel R2 Natasya Tech
Hampir setiap malam, Indra dan yang lainnya sering sekedar menjajar motor-motor hasil kreatifitas mereka disepanjang jalur Sogo yang selalu penuh dengan ambisi para pembalap remaja tanggung itu. Hal serupa juga dilakukan oleh kelomok dari bengkel-bgnkel lain dengan menjejerkan karya mereka dan ditambah tegas dengan banner nama bengkel mereka. Terlihat seorang remaja mendatangi barisan motor karya Indra dan teman-teman. Dengan sopan ia berkata “ misi bang, mau maen motornya nggak?” Indra dan teman-temannya meng iyakan ajakan remaja tersebut. Sembari memanaskan mesin motor itu, iya menuntunnya ke garis start secara perlahan. Langkah demi langkahnya menarik perhatian orang. Geraman motor itu membuat orang yang sedang minum dan merokok menghentikan aktifitasnya. Empat motor yang sudah berbaris di garis start kala itu, dan mereka siap untuk menabrak angin dan ketakutan yang ada didepannya. Geraman kelima motor termasuk motor milik Indra dan teman-teman semakin menambah getaran aspal. Seorang pemuda berkulit hitam dengan kaos hitam polos bolong-bolong yang entah datang darimana kemudian mengambil posisi disebelah motor paling kanan. Tanpa ada persiapan, kemudian ia berteriak 1…..2……3….. Motor Indra dan ke empat motor lainnya melesat diikuti asap yang keluar dari hasil pembakaran bensin dalam mesin. Garis finish menjadi saksi bagimana galaknya motor yang dinaiki oleh Indra. Ketika ban motor menginjak garis itu, Indra dan teman-teman senang bukan kebayang karena setidaknya ada lima ratus ribu rupiah yang akan masuk kedalam kantung celana mereka.
Memang demikianlah bagaimana proses balapan liar terjadi. Dengan sopan dan bukan arogansi, penantang mendatangi orang-orang disekitarnya untuk menguji motor mereka. Tapi masa-masa itu sudah berlalu dari kehidupan Indra dan kawan-kawan. “ Sekarang kalo dipikir-pikir buat apa ngumpulin recehan tapi resiko sama,” ujar Indra di bengkel menjelang sahur saat itu.
Indra dan teman-teman sudah mulai memasuki level yang lebih tinggi daripada anak-anak yang sekarang ada dijalur-jalur itu. Dia mengatakan bahwa setidaknya ada tiga level dalam balapan liar. “ tahap pertama tuh kayak gw dulu awal awal di Sogo, cuma dapet recehan,” ucapnya. Saat ini Indra memang sudah tidak balapan seperti yang lainnya. Namun level Indra dan teman-teman saat ini pada tingkatan “balapan ketika dipanggil”. Sekarang mereka sudah tidak mau pergi beramai-ramai dan kemudian memajang motornya. Mereka akan balapan apabila ada perjanjian terlebih dahulu dengan pihak lawan. “lumayan bang, kalo gini sekali balap bisa dapetnya dua ribu sampe tiga ribu” (ribu= juta). Hal inilah yang kemudian membuatnya keluar dari pekerjaannya di warnet dan mulai fokus kepada bengkel dan balapan. Ketika mereka balapan by appointment, segala sesuatu di persiakan dengan baik. Rekan-rekan dari kedua bengkel akan sama-sama bekerja sama untuk menutup jalan demi kemanan balapan. Namun bagaikan haram hukumnya untuk safety, mereka meninggalkan helm dan baju yang aman untuk berkendara. “biasanya kalau balapan gitu sistem home away bang. Jadi ibarat musuh di Taman mini, berarti kita balapan di Serpong sekali, di Taman Mini sekali. Kalo seri kita cari tempat lain, biasanya di Lebak Bulus,” ujar Lali yang pada saat itu berada di sebelah Indra. Balapan paling tinggi menurut mereka adalah balapan drag race dengan berbagai alat keamanan dan di jalur yang sudah dikhususkan. “ Kendalanya sponsor bang kalo begitu, soalnya mahal daftar dan lain-lainnya,” namun memang hadiah yang ditawawkan besar dan juga keamanan terjamin karena juga mereka menggunakan jasa asuransi untuk balapan resmi.
 

*motor tunggangan Indra didorong oleh Lali dan diikuti oleh salah satu rekan bengkel dan wanita kenalan Lali

Perbincangan itupun berlanjut hingga kurang lebih pukul setengah tiga pagi. Salah satu rekan bengkel tiba-tiba memanaskan motor tunggangan Indra, dan yang lain bersiap. Malam itu akan menjadi malam dimana motor tunggangan Indra akan di atur ulang untuk jalur yang lebih panjang. Segala peralatan dimasukan dalam tas hitam lusush namun berbahan tebal. Sekarang, Indra bagaikan presenter dan reporter di TV ketika hendak bertugas. Biasanya reporter TV akan keluar dari mobil SNG apabila persiapan kamera sudah selesai dengan tujuan agar terlihat menawan dihadapan kamera dan jutaan orang yang menonton. Sama dengan halnya Indra, ia tinggal duduk di motor Vario 150 cc yang dikendarai temannya menuju jalur dimana mereka akan memulai pengaturan. Semua peralatan sudah dibawa dan dipersiapkan. Tapi kemudian, motor tunggangan itu bukannya berlari sendiri, tapi mesin dimatikan dan didorong oleh motor lain dibelakangnya. Pemandangan ini sering kita jumpai dan ternyata memang motor seperti itu tidal bisa untuk jalan santai dan jarak lebih dari satu kilometer.
 
*Indra menjajal motornya setelah di setting ulang oleh rekan bengkel. Foto diambil oleh Umair Rizaludin
Ketika mencobanya kelincahan motor itu di jalan, semua orang terlihat sangat terburu-buru. Ketergesaan itu terlihat seperti seorang yang baru bangun sesaat sebelum imsak. Ketakutan mereka muncul bukan dari bayangan apabila Indra jatuh atau terluka, namun ketika mereka harus lagi-lagi berurusan dengan polisi atau patroli. Mereka sering tertangkap, begitu juga dengan pembalap jalanan lainnya. “ Bohong bang kalo gw dan yang lain belom pernah urusan begitu,” suara Indra kecil karena termakan suara berisik pembuangan motor itu. Mereka tidak jera karena hal itu, terbukti sudah lebih dari lima kali Indra harus berusuran dengan pihak-pihak terkait. Ibarat mudah datang dan mudah pergi, Indra mengibaratkannya bagaikan mudah ketangap mudah lepasnya. “ Tinggal kasi rokok atau uang paling tiga ratus juga kelar mas, apalagi kan ada itu si Lali” tambah Indra dengan suaranya yang masih kalah dengan suara knalpot motor itu.
Meski sudah bisa dibilang satu level diatas pembalap-pembalap lain di jalanan sana, ia mengaku kebanggannya ini tidak ia ceritakan ke orangtuanya. Disatu sisi Indra merasa berdosa apabila ingat akan harapan ibunya di Padang. “Dia minta untuk saya jaga diri dan tunjukan ke orangtua kalau ia mampu hidup sendiri,”ucapnya ketika air mata nya sudah mau melewati batas hidungnya. Memang lebih besar pendapatannya daripada harus duduk diam didepan komputer menjaga setiap anak yang menggunakan jasa warnet entah unutk tugas atau bahkan menonton hal-hal yang tidak wajar, namun hal itu malah menjadi ketakutan untuk mengaku kepada ibunya ketika di telepon dan ditanya “kerja apa sekarang? Sudah tidak balapan kan?”
.  

No comments:

Post a Comment