Saturday 3 June 2017

Merintis Budidaya Mangrove

MERINTIS BUDIDAYA MANGROVE
Oleh Delvin Pramata (00000010612)


            Gergaji mesin itu sedikit demi sedikit mengikis permukaan batang pohon itu hingga tumbang. Pisau gergaji itu juga menyusuri permukaan akar tunjang milik pohon yang tumbuh di perairan payau tersebut. Akhirnya, yang tersisa hanyalah tunggul akar yang masih menancap di bawah permukaan yang tertutup air dan lumpur. Sisa penebangan dibiarkan tergeletak begitu saja. Tak jarang ranting-rantingnya hingga terbawa ke tengah laut karena terseret ombak.
            "Tunggu sudah kering baru dibawa dan dibakar!" Perintah seorang pria yang dianggap "mandor" kepada anak buahnya.
***
            Teriakan keras belasan pria paruh baya menyambut kehadiran para pengunjung yang ingin memarkirkan kendaraan mereka. Pria-pria bertopi tersebut menunjuk ke suatu bangunan semi-permanen yang terbuat dari kayu perancah dan dilindungi oleh rumput ilalang yang sudah kering dan dianyam. Salah satu dari para pria yang setia menunggu pengunjung untuk memarkirkan kendaraan mereka akhirnya menghampiri pengunjung yang menggunakan jasa parkir tersebut. Tukang parkir yang bernama Budi  mencatat nomor plat kendaraan dan memberikan sebuah karcis untuk pemeriksaan apabila pengunjung ingin pulang nantinya.
            Kawasan Pantai Tanjung Pasir yang terletak di Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Banten ini menyuguhkan serangkaian wisata alam yang menarik banyak wisatawan. Aroma khas air laut disertai angin cukup kencang menyambut kehadiran para pengunjung. Di pinggir pantai yang terletak sekitar 100 meter dari belakang bangunan yang digunakan untuk memarkirkan kendaraan sudah berjajar banyak kapal berukuran sedang hingga besar. Kapal-kapal yang didominasi warna cokelat tua ini bertuliskan nama-nama burung sebagai identitas mereka. Ada Rajawali, Merpati, Elang, hingga Garuda. Tidak hanya itu, beberapa kapal juga bertuliskan nama pemilik kapal tersebut, seperti Sutrisno, Makmur, hingga Mahmud.
            "Ayo, Neng! Ke Untung Jawa sama Bidadari (nama pulau). Pulangnya sore aja."
            Kalimat tersebut diucapkan secara bersamaan dan sangat lantang oleh para pelaku kapal jasa yang siap mengantarkan pengunjung mengeksplorasi pulau-pulau kecil di sekitar Pantai Tanjung Pasir. Mulai dari kapal yang paling baru hingga yang tidak layak berlayar hingga kapal berukuran sedang hingga besar, semuanya siap menjadi armada bagi para pengunjung. Ahmad, salah satu pelaku kapal jasa membuka harga 25 ribu rupiah untuk sekali jalan dengan waktu perjalanan sekitar 25 menit. Namun, kehadiran Gladys bukan untuk berlibur ke pulau-pulau tersebut, tetapi keingintahuannya yang tinggi terhadap biota daratan di kawasan pantai yang memiliki pasir berwarna cokelat kehitaman itu membawanya ke sini. Akhirnya, tidak ada satupun dari 50 kapal jasa yang menarik perhatian Gladys.

***
            Kawasan wisata pantai Tanjung Pasir terbagi menjadi dua. Kawasan pertama didominasi oleh kapal-kapal jasa dan kawasan kedua lebih banyak digunakan untuk rekreasi pengunjung seperti bermain air hingga memancing. Hal yang membedakan kedua kawasan ini adalah adanya pangkalan TNI-AL yang berada di kawasan kedua, walaupun kedua kawasan ini sebenarnya saling bersebelahan. Pada kawasan kedua juga ada lapangan TNI-AL yang digunakan untuk latihan senjata dan upacara bendera. Tidak hanya itu, beberapa rumah yang merupakan rumah dinas para TNI-AL juga berada pada kawasan kedua ini.
            Seorang pedagang kaki lima, sebut saja Adi, bersama putri semata wayangnya menjajakan berbagai baju pantai bertuliskan Tanjung Pasir dan aksesoris seperti gelang dan kalung di sekitar pantai Tanjung Pasir. Menurutnya, setiap hari para pedagang yang mencari rezeki di sana harus membayar retribusi kepada pihak pengelola obyek wisata setempat, yakni TNI-AL.
            "Setiap hari 20 ribu, ya sudah, deh. Sudah mau puasa juga, harus sabar," ujarnya sambil menawarkan usaha kapal jasanya yang terletak di kawasan pertama.
***
            Kawasan kedua ini lebih ramai dibandingkan kawasan kapal jasa sebelumnya karena banyak aktivitas yang dilakukan di sini. Tidak hanya sekedar pengunjung yang bersantai dan menikmati hari liburnya, tetapi banyak saung-saung (warung kecil tradisional) di sepanjang pantai yang menjajakan makanan berat seperti makanan laut dan minuman segar seperti air kelapa. Gladys berhenti di sebuah saung yang menjual buah kelapa untuk beristirahat sejenak. Tina, pemilik saung tersebut menyambut dengan ramah kehadiran Gladys. Sesekali celotehannya mengundang gelak tawa Gladys, apalagi dengan logat Sunda nya yang kental.
            Setiap saung buka selama 24 jam. Tina biasanya bergantian dengan anggota keluarganya untuk menjaga saung. Wanita bertubuh besar ini juga bercerita atas penyesalan terhadap anak-anak muda yang sering datang ke sini pada saat malam hari. Menurutnya, seharusnya nilai-nilai moral harus lebih ketat diterapkan oleh orang tua, karena banyak lawan jenis yang sering menghabiskan waktu berduaan di sini.
            "Ya atuh namanya juga ada kesempatan, pasti macam-macam lah," ujar Tina dengan logat Sundanya yang khas.
            Setelah menghabiskan air kelapa yang dipesannya, Gladys akhirnya berpamitan. Karena kebingungan, Gladys menanyakan letak biota darat yang dicarinya sejak tadi.
            "Mau ke hutan mangrove? Atuh, Neng, lurus aja dari sini, udah keliatan, kok," Tina menjelaskan sembari menunjuk ke arah pepohonan yang dibatasi dengan pagar beton. Perjalanan pun dilanjutkan untuk melihat ekosistem yang membagi darat dan laut ini. Perjalanan ke sana ditempuh melalui jalan kaki dan harus melewati saung-saung. Pada kawasan ini, sangat sering ditemui kucing-kucing tanpa pemilik. Menurut penuturan warga setempat, kehadiran kucing dalam jumlah banyak cukup wajar mengingat bahwa seluruh saung menjajakan makanan laut.
***
            Bakau atau yang kerap disebut mangrove merupakan nama sekelompok tumbuhan dari marga Rhizopora, suku Rhizophoraceae. Tumbuhan ini memiliki ciri-ciri yang membedakannya dengan tumbuhan lain, yakni berupa akar tunjang yang besar dan berkayu, pucuk yang tertutup daun yang meruncing, serta buah yang berkecambah dan berakar ketika masih di pohon induknya.
            Menurut M. Bismark dkk dalam jurnal berjudul Ekosistem Hutan Mangrove, hutan bakau mampu menahan sedimen yang terlarut dari sungai dan memperkecil erosi atau abrasi pantai. Tidak hanya itu, mangrove berperan dalam menguraikan unsur mineral seperti nitrogen, fosfor, dan zat hara lainnya. Zat-zat ini nantinya akan menjadi sumber bahan makanan bagi organisme di atasnya, seperti kepiting, udang, moluska, dan ikan. Nontji pada buku Budi Daya Perairan yang ditulis oleh M. Ghufran menggambarkan suatu hubungan yang saling bergantung antara berbagai komponen pada ekosistem mangrove.  Setelah diteruskan pada karnivor-karnivor tersebut, maka hewan tersebut akan menjadi makanan bagi manusia sehingga ada rantai makanan yang bersifat statis. Kehadiran hutan mangrove juga menjadi esensial karena sebagai penyeimbang antara darat dan laut.
            Sayangnya, kawasan hutan mangrove yang terletak di sekitar Pantai Tanjung Pasir cukup memprihatikan. Sebagian hutan mangrove sejak tahun 2012 ditebang untuk dijadikan tambak ikan dan udang milik perseorangan. Odji Restianto, Staf Dinas Lingkungan Hidup Tangerang Selatan menyebutkan bahwa kegiatan penebangan hutan mangrove tanpa izin pemerintah merupakan bentuk pelanggaran terhadap regulasi. Pelaku dapat dijerat dengan UU No. 41 Th. 1999 mengenai kehutanan. Salah satu poin pertimbangan yang melahirkan regulasi ini adalah kawasan hutan merupakan penentu sistem penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran rakyat yang cenderung menurun kondisinya. Keberadaannya haruslah dipertahankan secara optimal, dijaga daya dukungnya secara lestari, dan diurus dengan akhlak mulia, adil, arif, bijaksana, terbuka, profesional, serta bertanggung-gugat. Pelanggaran atas aturan ini berpotensi dijerat dengan hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda sebesar 5 milyar rupiah.
            Kawasan hutan mangrove lainnya juga ditebang dan rawa-rawa di sekitar ditimbun dengan tanah untuk dijadikan saung-saung. Penimbunan ini berbahaya karena rawa yang ditimbun mengandung lumpur hisap. Keseimbangan alam menjadi terganggu karena hanya sedikit pohon mangrove yang mampu menahan ombak tinggi saat musim penghujan. Bahkan salah satu lokasi di kawasan Pantai Tanjung Pasir dibatasi dengan batuan karang untuk menahan gempuran ombak yang berpotensi menyebabkan abrasi atau pengikisan terhadap kawasan pantai.
            Hutan mangrove di kawasan ini cukup tertutup sehingga tidak ada pengunjung yang berada di sekitar lokasi tersebut. Sampah organik maupun anorganik tersebar di sekitar lokasi. Tidak ada petugas kebersihan yang terlihat untuk membersihkan lokasi tersebut. Ketidaktersediaan pohon mangrove yang memadai dan sampah yang dibiarkan dapat menyebabkan populasi hewan terganggu.
            Untuk perkembangbiakan pohon mangrove diperlukan banyak faktor untuk menentukan cepat atau lamanya pertumbuhan mangrove itu sendiri. Pertama, lingkungan atau tanah yang keras akan sulit menjadi tempat tumbuhnya mangrove karena mangrove akan lebih mudah tumbuh pada tanah berjenis lumpur. Tidak hanya itu, pasang surut air laut juga turut menentukan apakah mangrove dapat mempertahankan daya hidupnya atau tidak. Biji-biji mangrove yang merupakan cikal-bakal tumbuhnya generasi baru sangat mudah terbawa oleh arus dan ombak laut, bahkan mungkin menyeberangi laut lainnya hanya untuk menemukan lokasi yang cocok untuk menancapkan akarnya di dasar air yang dangkal.
            Pantai Tanjung Pasir menjadi kawasan yang cocok untuk pertumbuhan hutan mangrove secara alamiah. Namun ini justru dibiarkan sia-sia. Padahal, mangrove menyimpan sejuta manfaat. Tidak hanya bagi keseimbangan ekosistem darat dan laut, tetapi dalam jangka panjang tentunya memelihara kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat setempat. Oleh karena itu, dibutuhkan konservasi terhadap hutan mangrove agar mengembalikan kondisi semula. Konservasi yang optimal juga dapat memulihkan kemampuan hutan mangrove dalam menjalankan perannya.
            Untungnya, banyak masyarakat setempat maupun pihak eksternal sudah menyadari betapa pentingnya kehadiran hutan mangrove untuk kehidupan manusia. Nelayan setempat mulai meninggalkan tambak-tambak yang didirikan di lahan mangrove dan memilih untuk mendirikan bagang di tengah laut. Bagang merupakan bangunan penangkap ikan tradisional yang terbuat dari kayu. Menurut Julianus Notanubun dan Wilhelmina Patty, bagang di Indonesia sudah ada sejak 1950-an dan terus mengalami perkembangan.
            Bagang yang ada pada kawasan Pantai Tanjung Pasir adalah bagang tancap. Bagang tancap ini memiliki kaki-kaki yang terbuat dari bambu lalu ditanam di dasar laut, lalu keempat sisi kaki tersebut dihubungkan dengan jaring. Bagian atasnya terbuat dari kayu perancah atau bambu berdiameter kecil yang dipasang mencuat ke atas membentuk segitiga. Bentuk bagang sendiri menyerupai pondok dan ada jembatan kayu yang menghubungkan ke sana. Teknologi ini merupakan kemampuan adaptif dalam berinteraksi dengan lingkungan alam yang harus dijaga.
            Dirunut dari artikel terbitan Detik.com yang berjudul "Tempat Wisata Hutan Mangrove Akan Dibangun di Tanjung Pasir" pada Oktober 2016, pemerintah Banten telah menyiapkan rencana untuk membangun kawasan khusus wisata mangrove di Desa Tanjung Pasir. Proyek ini dimulai pada Januari 2017. Proyek ini juga akan melibatkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) setempat. Rencananya akan dibentuk tim yang terdiri dari Dinas Pemuda, Olahraga, Budaya dan Pariwisata (Disporabudpar), Dinas Perikanan dan Kelautan (DPK), Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Perhutani. Selain membenahi kawasan mangrove, lokasi tersebut akan dibangun berbagai sarana dan prasarana pendukung. Salah satu yang menarik adalah akan dibangun lokasi bermain bagi anak sebagai sarana pembelajaran bagi siswa yang berminat untuk mempelajari masalah mangrove.
            Tidak hanya itu, beberapa pihak luar juga turut mengambil andil dalam mewujudkan hutan mangrove yang lestari. Salah satu kelas mata kuliah Corporate Social Responsibility di Universitas Multimedia Nusantara melakukan bakti sosial di daerah kawasan Pantai Tanjung Pasir dengan melakukan penanaman pohon mangrove di sekitar pantai. Program bernama Kindrome ini melakukan penanaman sebanyak 500 pohon mangrove. Salah satu tujuan penanaman mangrove oleh panitia Kindrome selain untuk kelestarian alam adalah juga sebagai tumbuhan yang bisa menjadi obat-obatan. Perlu diketahui bahwa bagian tumbuhan mangrove seperti akar, daun, dan getahnya mengandung senyawa yang dapat mengobati diare, demam, hingga melancarkan datang bulan.
            Pelaksanaan acara ini sudah dilakukan pada 20 Mei 2017 yang lalu. Penanaman tumbuhan mangrove ini juga melibatkan penduduk sekitar sebagai wujud edukasi terhadap pentingnya kehadiran hutan mangrove di kawasan tersebut. "Setelah melakukan riset, menurut kami Kampung Garapan (daerah Pantai Tanjung Pasir) membutuhkan bantuan kami. Dengan cara berbuat baik kepada lingkungan dan anak-anak setempat, kami berpikir bahwa anak-anak adalah generasi penerus yang merupakan sumber daya manusia yang kelak akan membuat Kampung Garapan menjadi desa yang maju," tutur Angeline Sioe, Koordinator Publikasi acara Kindrome ketika ditemui di sela kesibukannya.
***
            Kapal-kapal yang mengangkut pengunjung ke pulau Untung Jawa dan Bidadari sudah kembali menepi di Pantai Tanjung Pasir. Hari memang sudah memasuki senja, namun masih ada satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak perempuannya yang masih bermain pasir di sekitar pantai. Pos pantau pantai yang biasa dijaga oleh anggota TNI-AL juga sudah kosong. Tak jauh dari mereka, Gladys melihat ada beberapa kapal berukuran besar yang sedang dicat. Ada pula di antara kapal-kapal tersebut yang masih dalam proses perakitan. Pekerjaan tersebut dibantu oleh anak-anak. Sesekali anak-anak tersebut mencuri waktu untuk sekedar bermain pasir ataupun mendorong teman lainnya ke dalam air.
            Gladys mengamati pohon mangrove yang besar. Pandangannya pun tak luput akan bibit pohon mangrove yang baru ditanam. Ia menaruh harapan yang besar pada benih-benih tersebut karena pohon mangrove kelak akan menjadi masa depan bagi masyarakat setempat. Ia teringat pada satu palang besi yang ditemuinya di sekitar kompleks perumahan TNI-AL  yang bertuliskan "Bencana Datang Karena Kita Tidak Peduli Terhadap Lingkungan". Gladys menyalakan kamera DSLR nya dan memotret benih pohon mangrove yang baru saja ditanam.
           


No comments:

Post a Comment