MERINTIS BUDIDAYA
MANGROVE
Oleh Delvin Pramata
(00000010612)
Gergaji
mesin itu sedikit demi sedikit mengikis permukaan batang pohon itu hingga
tumbang. Pisau gergaji itu juga menyusuri permukaan akar tunjang milik pohon
yang tumbuh di perairan payau tersebut. Akhirnya, yang tersisa hanyalah tunggul
akar yang masih menancap di bawah permukaan yang tertutup air dan lumpur. Sisa
penebangan dibiarkan tergeletak begitu saja. Tak jarang ranting-rantingnya
hingga terbawa ke tengah laut karena terseret ombak.
"Tunggu
sudah kering baru dibawa dan dibakar!" Perintah seorang pria yang dianggap
"mandor" kepada anak buahnya.
***
Teriakan
keras belasan pria paruh baya menyambut kehadiran para pengunjung yang ingin
memarkirkan kendaraan mereka. Pria-pria bertopi tersebut menunjuk ke suatu
bangunan semi-permanen yang terbuat dari kayu perancah dan dilindungi oleh
rumput ilalang yang sudah kering dan dianyam. Salah satu dari para pria yang
setia menunggu pengunjung untuk memarkirkan kendaraan mereka akhirnya
menghampiri pengunjung yang menggunakan jasa parkir tersebut. Tukang parkir
yang bernama Budi mencatat nomor plat
kendaraan dan memberikan sebuah karcis untuk pemeriksaan apabila pengunjung
ingin pulang nantinya.
Kawasan
Pantai Tanjung Pasir yang terletak di Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang,
Banten ini menyuguhkan serangkaian wisata alam yang menarik banyak wisatawan.
Aroma khas air laut disertai angin cukup kencang menyambut kehadiran para
pengunjung. Di pinggir pantai yang terletak sekitar 100 meter dari belakang
bangunan yang digunakan untuk memarkirkan kendaraan sudah berjajar banyak kapal
berukuran sedang hingga besar. Kapal-kapal yang didominasi warna cokelat tua
ini bertuliskan nama-nama burung sebagai identitas mereka. Ada Rajawali, Merpati,
Elang, hingga Garuda. Tidak hanya itu, beberapa kapal juga bertuliskan nama
pemilik kapal tersebut, seperti Sutrisno, Makmur, hingga Mahmud.
"Ayo,
Neng! Ke Untung Jawa sama Bidadari (nama pulau). Pulangnya sore aja."
Kalimat
tersebut diucapkan secara bersamaan dan sangat lantang oleh para pelaku kapal
jasa yang siap mengantarkan pengunjung mengeksplorasi pulau-pulau kecil di
sekitar Pantai Tanjung Pasir. Mulai dari kapal yang paling baru hingga yang
tidak layak berlayar hingga kapal berukuran sedang hingga besar, semuanya siap
menjadi armada bagi para pengunjung. Ahmad, salah satu pelaku kapal jasa
membuka harga 25 ribu rupiah untuk sekali jalan dengan waktu perjalanan sekitar
25 menit. Namun, kehadiran Gladys bukan untuk berlibur ke pulau-pulau tersebut,
tetapi keingintahuannya yang tinggi terhadap biota daratan di kawasan pantai
yang memiliki pasir berwarna cokelat kehitaman itu membawanya ke sini.
Akhirnya, tidak ada satupun dari 50 kapal jasa yang menarik perhatian Gladys.
***
Kawasan
wisata pantai Tanjung Pasir terbagi menjadi dua. Kawasan pertama didominasi
oleh kapal-kapal jasa dan kawasan kedua lebih banyak digunakan untuk rekreasi
pengunjung seperti bermain air hingga memancing. Hal yang membedakan kedua
kawasan ini adalah adanya pangkalan TNI-AL yang berada di kawasan kedua,
walaupun kedua kawasan ini sebenarnya saling bersebelahan. Pada kawasan kedua
juga ada lapangan TNI-AL yang digunakan untuk latihan senjata dan upacara
bendera. Tidak hanya itu, beberapa rumah yang merupakan rumah dinas para TNI-AL
juga berada pada kawasan kedua ini.
Seorang
pedagang kaki lima, sebut saja Adi, bersama putri semata wayangnya menjajakan
berbagai baju pantai bertuliskan Tanjung Pasir dan aksesoris seperti gelang dan
kalung di sekitar pantai Tanjung Pasir. Menurutnya, setiap hari para pedagang
yang mencari rezeki di sana harus membayar retribusi kepada pihak pengelola
obyek wisata setempat, yakni TNI-AL.
"Setiap
hari 20 ribu, ya sudah, deh. Sudah
mau puasa juga, harus sabar," ujarnya sambil menawarkan usaha kapal
jasanya yang terletak di kawasan pertama.
***
Kawasan
kedua ini lebih ramai dibandingkan kawasan kapal jasa sebelumnya karena banyak
aktivitas yang dilakukan di sini. Tidak hanya sekedar pengunjung yang bersantai
dan menikmati hari liburnya, tetapi banyak saung-saung (warung kecil
tradisional) di sepanjang pantai yang menjajakan makanan berat seperti makanan
laut dan minuman segar seperti air kelapa. Gladys berhenti di sebuah saung yang
menjual buah kelapa untuk beristirahat sejenak. Tina, pemilik saung tersebut
menyambut dengan ramah kehadiran Gladys. Sesekali celotehannya mengundang gelak
tawa Gladys, apalagi dengan logat Sunda nya yang kental.
Setiap
saung buka selama 24 jam. Tina biasanya bergantian dengan anggota keluarganya
untuk menjaga saung. Wanita bertubuh besar ini juga bercerita atas penyesalan
terhadap anak-anak muda yang sering datang ke sini pada saat malam hari.
Menurutnya, seharusnya nilai-nilai moral harus lebih ketat diterapkan oleh
orang tua, karena banyak lawan jenis yang sering menghabiskan waktu berduaan di
sini.
"Ya
atuh namanya juga ada kesempatan,
pasti macam-macam lah," ujar
Tina dengan logat Sundanya yang khas.
Setelah
menghabiskan air kelapa yang dipesannya, Gladys akhirnya berpamitan. Karena
kebingungan, Gladys menanyakan letak biota darat yang dicarinya sejak tadi.
"Mau
ke hutan mangrove? Atuh, Neng, lurus aja dari sini, udah keliatan, kok," Tina menjelaskan sembari menunjuk ke arah pepohonan yang
dibatasi dengan pagar beton. Perjalanan pun dilanjutkan untuk melihat ekosistem
yang membagi darat dan laut ini. Perjalanan ke sana ditempuh melalui jalan kaki
dan harus melewati saung-saung. Pada kawasan ini, sangat sering ditemui
kucing-kucing tanpa pemilik. Menurut penuturan warga setempat, kehadiran kucing
dalam jumlah banyak cukup wajar mengingat bahwa seluruh saung menjajakan
makanan laut.
***
Bakau atau yang kerap disebut mangrove merupakan nama sekelompok
tumbuhan dari marga Rhizopora, suku Rhizophoraceae. Tumbuhan ini memiliki
ciri-ciri yang membedakannya
dengan tumbuhan lain, yakni berupa akar tunjang yang besar dan berkayu, pucuk yang tertutup
daun yang meruncing, serta buah yang berkecambah dan berakar ketika masih di
pohon induknya.
Menurut
M. Bismark dkk dalam jurnal berjudul Ekosistem Hutan Mangrove, hutan bakau mampu menahan sedimen yang terlarut dari
sungai dan memperkecil erosi atau abrasi pantai. Tidak hanya itu, mangrove berperan dalam menguraikan
unsur mineral seperti nitrogen, fosfor, dan zat hara lainnya. Zat-zat ini
nantinya akan menjadi sumber bahan makanan bagi organisme di atasnya, seperti
kepiting, udang, moluska, dan ikan. Nontji pada buku Budi Daya Perairan yang
ditulis oleh M. Ghufran menggambarkan suatu hubungan yang saling bergantung
antara berbagai komponen pada ekosistem mangrove. Setelah diteruskan pada karnivor-karnivor
tersebut, maka hewan tersebut akan menjadi makanan bagi manusia sehingga ada
rantai makanan yang bersifat statis. Kehadiran hutan mangrove juga menjadi esensial karena sebagai penyeimbang antara
darat dan laut.
Sayangnya,
kawasan hutan mangrove yang terletak
di sekitar Pantai Tanjung Pasir cukup memprihatikan. Sebagian hutan mangrove sejak tahun 2012 ditebang untuk
dijadikan tambak ikan dan udang milik perseorangan. Odji Restianto, Staf Dinas
Lingkungan Hidup Tangerang Selatan menyebutkan bahwa kegiatan penebangan hutan mangrove tanpa izin pemerintah merupakan
bentuk pelanggaran terhadap regulasi. Pelaku dapat dijerat dengan UU No. 41 Th.
1999 mengenai kehutanan. Salah satu poin pertimbangan yang melahirkan regulasi
ini adalah kawasan hutan merupakan penentu sistem penyangga kehidupan dan
sumber kemakmuran rakyat yang cenderung menurun kondisinya. Keberadaannya
haruslah dipertahankan secara optimal, dijaga daya dukungnya secara lestari,
dan diurus dengan akhlak mulia, adil, arif, bijaksana, terbuka, profesional,
serta bertanggung-gugat. Pelanggaran atas aturan ini berpotensi dijerat dengan
hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda sebesar 5 milyar rupiah.
Kawasan
hutan mangrove lainnya juga ditebang
dan rawa-rawa di sekitar ditimbun dengan tanah untuk dijadikan saung-saung.
Penimbunan ini berbahaya karena rawa yang ditimbun mengandung lumpur hisap.
Keseimbangan alam menjadi terganggu karena hanya sedikit pohon mangrove yang mampu menahan ombak tinggi
saat musim penghujan. Bahkan salah satu lokasi di kawasan Pantai Tanjung Pasir
dibatasi dengan batuan karang untuk menahan gempuran ombak yang berpotensi
menyebabkan abrasi atau pengikisan terhadap kawasan pantai.
Hutan
mangrove di kawasan ini cukup
tertutup sehingga tidak ada pengunjung yang berada di sekitar lokasi tersebut.
Sampah organik maupun anorganik tersebar di sekitar lokasi. Tidak ada petugas
kebersihan yang terlihat untuk membersihkan lokasi tersebut. Ketidaktersediaan pohon
mangrove yang memadai dan sampah yang
dibiarkan dapat menyebabkan populasi hewan terganggu.
Untuk
perkembangbiakan pohon mangrove
diperlukan banyak faktor untuk menentukan cepat atau lamanya pertumbuhan mangrove itu sendiri. Pertama,
lingkungan atau tanah yang keras akan sulit menjadi tempat tumbuhnya mangrove karena mangrove akan lebih mudah tumbuh pada tanah berjenis lumpur. Tidak
hanya itu, pasang surut air laut juga turut menentukan apakah mangrove dapat mempertahankan daya
hidupnya atau tidak. Biji-biji mangrove
yang merupakan cikal-bakal tumbuhnya generasi baru sangat mudah terbawa oleh
arus dan ombak laut, bahkan mungkin menyeberangi laut lainnya hanya untuk
menemukan lokasi yang cocok untuk menancapkan akarnya di dasar air yang
dangkal.
Pantai
Tanjung Pasir menjadi kawasan yang cocok untuk pertumbuhan hutan mangrove secara alamiah. Namun ini
justru dibiarkan sia-sia. Padahal, mangrove
menyimpan sejuta manfaat. Tidak hanya bagi keseimbangan ekosistem darat dan
laut, tetapi dalam jangka panjang tentunya memelihara kehidupan sosial dan
ekonomi masyarakat setempat. Oleh karena itu, dibutuhkan konservasi terhadap
hutan mangrove agar mengembalikan
kondisi semula. Konservasi yang optimal juga dapat memulihkan kemampuan hutan mangrove dalam menjalankan perannya.
Untungnya,
banyak masyarakat setempat maupun pihak eksternal sudah menyadari betapa
pentingnya kehadiran hutan mangrove
untuk kehidupan manusia. Nelayan setempat mulai meninggalkan tambak-tambak yang
didirikan di lahan mangrove dan
memilih untuk mendirikan bagang di tengah laut. Bagang merupakan bangunan
penangkap ikan tradisional yang terbuat dari kayu. Menurut Julianus Notanubun
dan Wilhelmina Patty, bagang di Indonesia sudah ada sejak 1950-an dan terus
mengalami perkembangan.
Bagang
yang ada pada kawasan Pantai Tanjung Pasir adalah bagang tancap. Bagang tancap
ini memiliki kaki-kaki yang terbuat dari bambu lalu ditanam di dasar laut, lalu
keempat sisi kaki tersebut dihubungkan dengan jaring. Bagian atasnya terbuat
dari kayu perancah atau bambu berdiameter kecil yang dipasang mencuat ke atas
membentuk segitiga. Bentuk bagang sendiri menyerupai pondok dan ada jembatan
kayu yang menghubungkan ke sana. Teknologi ini merupakan kemampuan adaptif
dalam berinteraksi dengan lingkungan alam yang harus dijaga.
Dirunut
dari artikel terbitan Detik.com yang berjudul "Tempat Wisata Hutan Mangrove
Akan Dibangun di Tanjung Pasir"
pada Oktober 2016, pemerintah Banten telah menyiapkan rencana untuk membangun
kawasan khusus wisata mangrove di
Desa Tanjung Pasir. Proyek ini dimulai pada Januari 2017. Proyek ini juga akan
melibatkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) setempat. Rencananya akan
dibentuk tim yang terdiri dari Dinas Pemuda, Olahraga, Budaya dan Pariwisata
(Disporabudpar), Dinas Perikanan dan Kelautan (DPK), Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Perhutani. Selain membenahi kawasan mangrove, lokasi tersebut akan dibangun
berbagai sarana dan prasarana pendukung. Salah satu yang menarik adalah akan
dibangun lokasi bermain bagi anak sebagai sarana pembelajaran bagi siswa yang
berminat untuk mempelajari masalah mangrove.
Tidak hanya itu, beberapa pihak luar juga
turut mengambil andil dalam mewujudkan hutan mangrove yang lestari. Salah satu kelas mata kuliah Corporate
Social Responsibility di Universitas Multimedia Nusantara melakukan bakti
sosial di daerah kawasan Pantai Tanjung Pasir dengan melakukan penanaman pohon mangrove di sekitar pantai. Program
bernama Kindrome ini melakukan penanaman sebanyak 500 pohon mangrove. Salah satu tujuan penanaman mangrove oleh panitia Kindrome selain
untuk kelestarian alam adalah juga sebagai tumbuhan yang bisa menjadi
obat-obatan. Perlu diketahui bahwa bagian tumbuhan mangrove seperti akar, daun, dan getahnya mengandung senyawa yang
dapat mengobati diare, demam, hingga melancarkan datang bulan.
Pelaksanaan
acara ini sudah dilakukan pada 20 Mei 2017 yang lalu. Penanaman tumbuhan mangrove ini juga melibatkan penduduk
sekitar sebagai wujud edukasi terhadap pentingnya kehadiran hutan mangrove di kawasan tersebut.
"Setelah melakukan riset, menurut kami Kampung Garapan (daerah Pantai
Tanjung Pasir) membutuhkan bantuan kami. Dengan cara berbuat baik kepada
lingkungan dan anak-anak setempat, kami berpikir bahwa anak-anak adalah
generasi penerus yang merupakan sumber daya manusia yang kelak akan membuat
Kampung Garapan menjadi desa yang maju," tutur Angeline Sioe, Koordinator
Publikasi acara Kindrome ketika ditemui di sela kesibukannya.
***
Kapal-kapal
yang mengangkut pengunjung ke pulau Untung Jawa dan Bidadari sudah kembali
menepi di Pantai Tanjung Pasir. Hari memang sudah memasuki senja, namun masih
ada satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak perempuannya yang masih
bermain pasir di sekitar pantai. Pos pantau pantai yang biasa dijaga oleh
anggota TNI-AL juga sudah kosong. Tak jauh dari mereka, Gladys melihat ada
beberapa kapal berukuran besar yang sedang dicat. Ada pula di antara kapal-kapal
tersebut yang masih dalam proses perakitan. Pekerjaan tersebut dibantu oleh
anak-anak. Sesekali anak-anak tersebut mencuri waktu untuk sekedar bermain
pasir ataupun mendorong teman lainnya ke dalam air.
Gladys
mengamati pohon mangrove yang besar.
Pandangannya pun tak luput akan bibit pohon mangrove
yang baru ditanam. Ia menaruh harapan yang besar pada benih-benih tersebut
karena pohon mangrove kelak akan
menjadi masa depan bagi masyarakat setempat. Ia teringat pada satu palang besi
yang ditemuinya di sekitar kompleks perumahan TNI-AL yang bertuliskan "Bencana Datang Karena
Kita Tidak Peduli Terhadap Lingkungan". Gladys menyalakan kamera DSLR nya
dan memotret benih pohon mangrove
yang baru saja ditanam.
No comments:
Post a Comment