Kisah Masjid Agung Banten
(Muhammad Bariq Iqbal Prianata / 00000012674)
“Banyak kisah unik yang terjadi disini sejak abad 16, mulai dari awal pembangunan masjid ini hingga bangunan ini berdiri. Bangunan inilah yang menjadi saksi bisu pada era kepemimpinan Sultan Maulana Hasanuddin pada masa lampau”.Kaya akan sejarah serta berbagai pengetahuan tentang peradaban islam, menjadi salah satu alasan mengapa daerah Banten dijuluki sebagai Kota Madani, Kota Santri dan Kota Islami.
Perjalanan yang ditempuh untuk menuju ke
kawasan Banten Lama membutuhkan waktu sekitar 2 jam lebih dari Jakarta dengan
mengendarai mobil. Dimulai dari melewati jalur tol Jakarta – Merak, dilanjutkan dengan Tol Tangerang - Merak hingga pada akhirnya melewati
jalur – jalur pedesaan yang tidak semulu jalanan di Jakarta. Mengunjungi
tempat dimana yang belum pernah kita datangi sebelumnya memang akan terasa
canggung, namun disitulah keseruannya untuk melakukan eksplorasi kepada bangunan
– bangunan bersejarah sekaligus wisata religi.
Pada saat ingin memasuki wilayah ini dengan
mobil harus ekstra berhati – hati lantaran jalan menuju pintu gerbang Masjid Agung Banten
ini sendiri mengarah kebelakang dan harus melewati jalur yang sempit untuk
melewatinya. Namun, jika sudah masuk ke lapangan untuk tempat parkir masjid ini
sangat luas dan memang didesain seperti itu supaya masjid ini bisa kedatangan
banyak Jemaah dari berbagai kota.
***
Ditengah suasana siang hari pada saat hari ke 4
di bulan suci ramadhan. Masjid Agung Banten ini sepi pengunjung. Mengingat
bahwa waktu untuk berziarah ke makam – makam kesultanan Banten biasanya
dilakukan sebelum datangnya bulan ramadhan.
Sudah menjadi tradisi dimana makam kesultanan
Banten yang ada di Masjid Agung Banten ini akan ramai pengunjung dari berbagai
kota pada hari – hari tertentu. Seperti pada waktu Maulid Nabi Muhammad SAW,
sebelum datangnya bulan ramadhan atau mendekati akhir ramadhan. Namun rutinnya,
setiap hari libur, malam jumat, dan hari ke-29 di bulan ramadhan masjid ini
akan ramai dari berbagai warga yang tidak hanya berada di kawasan komplek
masjid ini.
Meskipun pada dasarnya ziarah selalu terbuka
untuk siapapun di masjid ini, pengurus dari Masjid Agung Banten selalu
menyediakan 20 orang muzawwir atau orang yang membantu berdoa pada saat
berziarah. Masing – masing 10 orang untuk bagian utara komplek makam Sultan
Maulana Hasanuddin dan 10 orang lainnya ada di daerah selatan yakni makam
Sultan Abul Mufakhir Muhammad Aliyuddin.
Secara fisik pada saat saya datang dan melihat
secara langsung lokasinya. Memang terlihat sekali bangunan yang sudah lama
berdiri pada saat saya mengambil foto menara ini dari dekat. Seperti pintu yang
gerbang menara yang berkarat, cat yang sudah terlihat berlapis – lapis hingga
terlihat berkerak dan bebatuan yang ada di sekitar menara ini dilumuri oleh
lumut.
Bangunan yang paling mencolok dari Masjid Agung
Banten ini ialah menara yang terdapat di lapangan masjid setelah parkiran
masjid. Saat saya memotret dan memerhatikan menara tersebut saya disapa oleh
salah satu pengurus masjid yang bernama Dedi. Beliau awalnya menemani saya
untuk berkeliling di area menara ini sekaligus berbincang – bincang sedikit
mengenai apa yang ada di Masjid Banten Lama ini.
Beliau merupakan salah satu dari seorang
muzawwir yang sudah tinggal sejak tahun 1985. Beliau bercerita kalau tempat ini sering ramai oleh orang – orang dari
luar Banten untuk berziarah ke makam kesultanan Banten.
“Istilahnya, kalau pada saat hari – hari besar umat islam, kita selalu kebanjiran order. Karena pada saat itulah pengunjung yang ingin berziarah dari berbagai kota datang kemari .
Dan sudah menjadi kewajiban kami untuk membantu mereka. Kadang kita juga
mengundang beberapa kenalan untuk menjadi muzawwir juga kalau kita kekurangan orang” ujar Mas Dedi
Ketika saya bertanya lebih lanjut soal sejarah, beliau meneruskan saya supaya untuk mengobrol secara langsung dengan Kyai Haji Syarifudin karena mas Dedi tidak memiliki pengetahuan yang banyak dan takutnya juga beliau salah menjelaskan .
Ketika saya bertanya lebih lanjut soal sejarah, beliau meneruskan saya supaya untuk mengobrol secara langsung dengan Kyai Haji Syarifudin karena mas Dedi tidak memiliki pengetahuan yang banyak dan takutnya juga beliau salah menjelaskan .
“Wah kalau masalah itu sendiri, saya kurang
paham betul karena yang saya tahu hanya ‘katanya – katanya’ saja jadi lebih
baik mas berbicara langsung dengan pak Kyai Haji Syarifudin" ujar mas Dedi.
Kyai Haji Syarifudin ini merupakan guru besar di Masjid Agung Banten sekaligus ketua RW dari komplek daerah Masjid Agung Banten ini. Pada saat saya bertanya mengenai menara tersebut beliau langsung menjawab dengan cepat seakan – akan dia tahu kalau kebanyakan orang disini akan selalu bertanya soal menara ini.
Kyai Haji Syarifudin ini merupakan guru besar di Masjid Agung Banten sekaligus ketua RW dari komplek daerah Masjid Agung Banten ini. Pada saat saya bertanya mengenai menara tersebut beliau langsung menjawab dengan cepat seakan – akan dia tahu kalau kebanyakan orang disini akan selalu bertanya soal menara ini.
“Ya memang betul, rata – rata orang akan
tertarik untuk datang kesini karena menaranya.Hampir setiap peziarah yang
datang kemari menanyakan menara tersebut. Meskipun beberapa lainnya hanya
sekedar berfoto – foto.” Ujar kyai.
Hal itu membuat saya semakin penasaran dan
mengobrol lebih lanjut untuk menanyakan sebenarnya untuk apa menara itu
dibangun pada awalnya. Dalam kata lain, fungsi dari menara tersebut pada saat
kesultanan Maulana Hasanuddin pada masa itu.
“Menara ini dulunya digunakan sebagai tempat
mengumandangkan Adzan karena pada zaman dahulu tidak ada sound system. Jadi terbayang kan? Kalau seberapa kencang suara mu’azzin
pada masa itu. Harus mengumandangkan adzan tanpa adanya TOA atau alat lain” ujar
Kyai sambil tertawa.
Menara yang dirancang oleh arsitek belanda
bernama Hendrik Lucasz Cardeel ini menjadi tempat megumandangkan Adzan ini
dulunya juga digunakan sebagai tempat penyimpanan senjata dan amunisi tentara
Banten. Karena, kemungkinan masjid ini dicurigai oleh para kaum penjajah
belanda pada saat itu sangatlah kecil hingga pada akhirnya catatan Dirk van
Lier dan Wouter Schouten mengatakan adanya fungsi lain dari menara tersebut pada saat
berkunjung ke Banten di waktu penjajahan silam. Kyai Haji Syarifudin membenarkan hal tersebut
karena beberapa waktu lalu ada juga beberapa peneliti yang datang kemari untuk
mengonfirmasi hal tersebut.
“Ada beberapa catatan yang memang tidak saya
pegang sekaligus hal yang tidak saya ketahui, termasuk tentang adanya
penggunaan sebagai gudang persenjataan itu. Jadi ya yang saya tahu selama ini
hanyalah sebagai tempat mengumandangkan adzan sekaligus untuk mengawasi
perairan laut.
Kalau dari atas menara akan terlihat laut dari pantai gopek
terlihat sangat jelas” ujar kyai.
Sedangkan untuk mencapai puncak dari menara ini, harus
melangkahi 83 buah anak tangga dan hanya bisa dilewati oleh satu orang karena
posisi tangga berada pada dinding – dinding bagian dalam menara tersebut.
Keunikan Masjid Agung Banten ini tidak berhenti
di menara saja, jika masuk melalui jalur depan anda akan bertemu dengan kolam
yang ada di depan masjid. Konon, kolam ini digunakan sebagai tempat untuk
berwudu. Namun, untuk sekarang ini tempat berwudu pindah ke arah sebelah kanan
pintu masuk masjid karena kondisi yang sudah tidak memungkinan untuk berwudu
disana.
Berdasarkan yang tercatat pada catatan yang
menempel di dinding Masjid Agung Banten ini, renovasi terhadap masjid sudah
dilakukan beberapa kali oleh beberapa pihak. Yakni pada tahun 1969 oleh Bhakti
Siliwangi tepatnya pada tanggal 17 mei 1969, Tahun 1975 oleh bantuan Pertamina
yang waktu itu dipimpin oleh Ibnu Sutowo, dan pada tahun 1991 rehabilitasi atas
bantuan masyarakat. Bapak Ahmad Supardi yang merupakan penjual cinderamata yang
ada di lorong masjid ikut mengobrol dengan kami meneruskan bahwa sebelumnya
juga ada rehabilitasi yang dilakukan pada dinasti Ratu Atut, namun tidak banyak
sehingga tidak didokumentasikan di dalam dinding karena setelah itu Ratu Atut
tersandung kasus korupsi.
Pada saat masuk kedalam masjid, anda harus
membungkukkan badan jika tidak ingin terbentur, karena pintu masjid memang
didesain kecil seperti itu. Alasan mengapa pintu masuk tidak dibuat besar
seperti layaknya masjid lainnya, adalah supaya orang – orang yang hendak masuk
ke masjid harus menunduk, tidak boleh sombong di mata Allah SWT. Tidak melihat
pangkat kedudukan, mau dia presiden, jendral, atau siapapun.
Di dalam area masjid, terdapat tiang – tiang yang
kalau ditotalkan berjumlah 24 tiang. Tiang – tiang tersebut menandakan bahwa dalam
satu hari ada 24 jam.
“Kalau kamu sadari, coba perhatikan denah dari
Masjid Agung Banten ini. Ya denah ini memiliki maknanya masing – masing. Seperti
denah segi empat yang bertingat namun bersusun lima tiang yang bermakna sebagai
Rukun Islam yang ada lima. Lalu pintu masuk masjid yang berjumlah enam yang
diartikan sebagai Rukun Iman. Pintu yang dibuat pendek supaya jemaah
merendahkan diri saat kemasjid hingga 24 tiang yang ada di dalam ruangan masjid
yang menggambarkan waktu 24 jam sehari” ujar Kyai.
Pemaknaan ini didasari oleh beberapa arsip yang
dimiliki oleh Kyai Haji Syarifudin itu sendiri, beliau juga membahas akan
arsitektur yang ada di Masjid Agung Banten ini bercampur dengan berbagai macam
kebudayaan. Salah satunya juga ia menyebut arsitek yang turun membangun masjid
ini adalah orang China yang bernama Tjek Ban Tjut yang diberi gelar Pangeran Adiguna.
“Tulisan arsip yang ada di saya ini, juga
tertulis di papan – papan yang ada di area menara. Itu kan pengetahuan umum dan
itu merupakan hal yang penting untuk orang ketahui kalau desainnya memang
bercampur dari berbagai maca budaya. Dan sebagai bentuk penghormatan dari
kita kalau dia pernah ikut membangun masjid ini" ujar Kyai Haji Syarifudin.
Di bulan ramadhan, Kyai juga mengatakan kalau
di masjid ini biasa menjadi tempat persinggahan para orang – orang yang hendak berbuka
puasa saat sedang melakukan perjalanan.
“Disini kita juga selalu ada acara buka puasa bersama setiap harinya, emang udah jadi tradisi kalau di bulan ramadhan ini selalu ada
aja yang nyumbang buat buka puasa bersama disini. Lalu jika ingin bermalam
disini (I’tikaf) para Muzawwir disini juga membantu” ujar Kyai.
“Ya karena pada dasarnya, sudah menjadi
kewajiban umat muslim untuk terus meneruskan penyebaran agama islam. Karena
kita sudah ada fasilitasnya, jadi alangkah baiknya kita juga merawatnya
sekaligus memaksimalkannya. Sebagai bangunan bersejarah, saya juga berharap
akan ada penerus generasi lainnya yang juga akan merawat masjid ini. Tidak
hanya berlaku di Masjid Agung Banten saja melainkan di masjid – masjid lainnya
saya harap juga akan begitu” tutupnya.
Pada saat saya selesai mengobrol dengan beliau
saya disapa kembali oleh Bapak Ahmad Supardi yang sedang berjaga di stand tempat berjualan cinderamata yang
khas dengan Masjid Agung Banten. Beliau juga menitipkan pesan yang sama dengan Kyai,
namun dengan menambahkan
“Sering – sering untuk mampir kesini lagi ya
mas, kita senang kalau kedatangan tamu. Apalagi membahas hal yang ada di masjid
ini. Dengan begitu kita juga bisa berbagi ilmu” ujarnya.
Setelah banyak bercerita soal Masjid Agung
Banten ini, saya juga menyadari bahkan pada zaman pembangunan masjid itu saja
ada bercampur tangan orang – orang non muslim yang turut berkontribusi dalam
pembangunannya. Saya juga meyakini bahwa masih banyak hal lainnya yang
tersimpan di Masjid Agung Banten ini, intinya bahwa keberagaman budaya serta
agama di Indonesia tidak akan pernah lepas dari budaya lainnya dan semuanya memiliki
keterkaitan satu sama lain.
Dokumentasi Tambahan :
Kolam yang ada di depan halaman masjid. |
Papan informasi umum yang berada di sekitar menara. |
No comments:
Post a Comment