Thursday 1 June 2017

Kekuranganku = Kekuatanku


KEKURANGANKU ADALAH KEKUATANKU
Nama : Jeremy Frits David Menajang
NIM   : 00000009074




“Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap – tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah”, ujar lelaki itu dengan ucapannya yang tegas dan lantang sambil memegang Alkitab ditangan kirinya. Perjalanan hidup yang penuh liku – liku harus ia lewati dengan penuh ucapan syukur. “Tidak ada seorangpun yang mau seperti ini, tapi jika ini diperkenankan Tuhan terjadi untuk saya, saya akan menerimanya dan menjalaninya dengan ucapan syukur”, ujar lelaki itu.


               Lahir pada 53 tahun yang lalu, tepatnya pada bulan Februari tahun 1963. Bayi laki – laki yang bernama Lukito Budihardjo lahir ke muka bumi ini. Pada waktu itu, tidak sama sekali ada yang mengira bahkan terpikirkan bahwa seorang Lukito Budihardjo mempunyai cita – cita sebagai pendeta. Hari demi hari, waktu demi waktu ia lewati dengan semestinya. Menjalani masa kecil nya dengan penuh keceriaan dan kebahagiaan bersama orangtuanya. Hingga pada masa remajanya, Lukito Budihardjo tumbuh menjadi seorang laki – laki dewasa yang gagah dan disukai banyak kaum hawa. Jauh dibalik itu, usia remaja sangat rentan atau rawan terpengaruh dengan ‘dunia’. Itulah yang terjadi kepada pak Lukito, dimana ia terpengaruh dengan ‘dunia’ hingga hampir menjerumuskan dirinya kepada hal – hal yang negative. “Masa remaja saya itu bisa dibilang bahagia - bahagia saja sih, tapi dibalik itu yaaa ada lah! Namanya juga remaja kan”, ujarnya. Namun seketika masa remajanya yang bahagia berubah drastis menjadi masa – masa dimana pak Lukito ini menderita suatu penyakit yang bisa dikatakan sangat parah.
               “Dulu saya tidak seperti ini, saya lahir secara normal. Akan tetapi pada usia remaja saya, saya mengalami satu penyakit yaitu rematik tulang” ucapnya dengan sedikit terbata-bata. Lahir secara normal, hingga sama sekali tidak ada satupun yang membedakan dia dengan manusia normal.
“Yaaa pasti ini semua ada maksud Tuhan. Tuhan mengijinkan ini semua terjadi pada saya, jadi saya percaya dan yakin bahwa Tuhan ada maksud untuk ini semua”, ucap Lukito Budihardjo. Kejadian ini tidak memutuskan semangat Lukito Budihardjo untuk tetap percaya kepada Tuhan agar dia bisa cepat sembuh dari penyakit yang ia alami. Hari demi hari, ia mengupayakan melalui jalur medis diiringi dengan doa dan iman percaya kepada Tuhan, bahwasanya nantinya ia akan sembuh dari penyakit tersebut. Akan tetapi, cobaan yang ia alami tidak berhenti sampai disitu saja, perlahan tapi pasti penyakit rematik tulang yang ia alami, semakin membuat fisiknya terbatas. Kejadian ini membuat seorang Lukito Budihardjo tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan hingga menyerang mentalnya dan menggoyahkan imannya kepada Tuhan. Seakan seorang remaja ini, tidak lagi mempunyai harapan yang lebih baik daripada mengakhiri hidup dalam dunia ini, tidak ada impian besar dalam menjalani masa muda nya.

“Pada waktu itu saya sangat putus asa melihat kehidupan saya seperti ini, fisik saya semakin terbatas. Sangat menghambat untuk saya melakukan segala aktivitas saya”. Hari demi hari, ia semakin tidak menerima kenyataan yang harus ia alami pada saat itu. Hati nya bertanya tiada henti, menanyakan kenapa Tuhan mengijinkan ini semua terjadi kepada saya. Yang awalnya ia yakin dan percaya bahwa dia akan sembuh lambat tapi pasti, ia justru semakin meragukan seolah Tuhan tega membuat anakNya seperti ini. Yang awalnya masa muda penuh dengan kebahagiaan, justru sekarang mengalami perubahan yang drastis. Yang tadinya, seorang Lukito Budihardjo yang pandai bergaul, sekarang hanya bisa meratapi kehidupannya dengan kesedihan yang tiada henti dengan mengurung diri dalam kamarnya yang hanya berisikan tempat tidur yang tidak cukup luas untuknya dengan dinding putih serta hiasan di sudut kamarnya.

               Cukup dalam jangka waktu yang lama, ia mengurungi dirinya sambil meratapi mengapa kehidupannya menjadi seperti ini. Hari demi hari, kata – kata penuh dengan keputusasaan lah yang terlontar dari mulut seorang Lukito Budihardjo. Semakin hari, rasa sakit yang ia rasakan sungguh sangat menyiksa dirinya. Perlahan demi perlahan, ia mulai lelah menjalani hidupnya pada saat itu. Hingga pada akhirnya Tuhan mengingatkan dirinya disaat dirinya sudah mulai lemah tak berdaya.

“Sampai satu titik, Tuhan mengingatkan, di dalam kelemahan sebenarnya masih ada potensi yang Tuhan taruh” ujarnya. Mulai saat itu, Lukito Budihardjo mulai bangkit dan memotivasi dirinya kembali sama seperti dirinya yang dulu. Ia memulainya dengan hidup mandiri, dengan segala keterbatasan yang ada Lukito Budihardjo tak kenal lelah dan waktu untuk membiasakan dirinya sebagai manusia yang berhasil hidup mandiri dengan keterbatasan yang ia punyai.
               “Ketika kita sudah menilai bahwa kita berhasil untuk hidup mandiri, kita lihat lagi apa yang Tuhan taruh di hidup kita itu bukan hanya sekedar hidup mandiri untuk diri kita, tapi supaya hidup kita juga bisa menjadi berkat untuk orang lain”. Dari dasar itulah, ia berani untuk keluar, berani untuk mencoba memberikan perhatian kepada orang yang membutuhkan, dan memulai mendoakan orang hingga memberikannya kekuatan, hingga pada akhirnya tanpa ia sadari dengan keterbatasan yang ada, semua ini berjalan hingga saat ini.
               Kehidupan yang ia bangun dari awal kembali, tidak berujung sia – sia. Seorang Lukito Budihardjo, yang dulunya sangat pesimis akan kehidupannya, berubah menjadi orang yang menginspirasi banyak orang. Menurutnya, melayani merupakan suatu wadah agar kita belajar mengasihi dan melayani sesame tanpa mementingkan diri sendiri, Tuhan ingin memakai kita untuk membuat perubahan di dunia-Nya. Yang penting bukanlah jangka waktu berapa lama kita hidup, melainkan sumbangsihnya. Bukan berapa lama kita hidup, melainkan bagaimana kita hidup. Kekuatan serta motivasi itulah, membuat ia terus melayani dan menjadi berkat untuk orang lain tiada henti.
               Pagi, 19 Mei 2017 di suatu perumahan daerah Karawaci, Tangerang. Lukito Budihardjo memulai harinya dengan saat teduh bersamaan dengan doa keluarga bersama sang istri, dan juga kedua anaknya. Tak peduli berapa pun orang yang ada pada saat itu, ia memulainya dengan khusyuk. Memegang alkitab serta membacakan satu ayat, menjadi rutinitas yang ia dan keluarganya lakukan.
“Memang papa tiap pagi ngajarin kita buat saat teduh sama” ujar William, anak tertua dari Lukito Budihardjo. Hambatan demi hambatan mereka ceritakan saat melakukan saat teduh bersama.
“Saya memang membiasakan keluarga saya untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, dengan cara memulai hari dengan saat teduh bersama” ujar bapak Lukito. Raut muka yang masih mengantuk, serta berpakaian pakaian tidur tak menghentikan seorang papa dari dua anak ini memulai saat teduhnya. Ia tidak peduli apapun yang terjadi, yang penting ia bisa mendekatkan diri dengan Tuhan.  Menurutnya, salah satu cara mendekatkan diri kepada Tuhan adalah membiasakan diri kita dengan mengucap syukur kapan pun dan dimana pun kita berada. Setelah melakukan saat teduh bersama, ia bergegas bersiap untuk menuju kantor yang letaknya tak jauh dari rumahnya. Memakai setelan batik warna putih dan corak hitam yang ia kenakan, menemani perjalanan pada pagi hari itu.
               Lukito Budihardjo memulai karir nya sebagai pendeta dimulai dari 1987, menjadi salah satu orang yang berperan dalam mendirikan gereja GKPB Fajar Kemuliaan yang berubah sekarang menjadi GKPB MDC Jakarta. Berawal dari gereja yang tidak cukup besar untuk menampung banyak jemaat, hingga sampai gereja ini sudah memiliki cabang di berbagai kota hingga beberapa negara, Lukito Budihardjo salah satunya menjadi saksi perkembangan demi perkembangan gereja yang ia dirikan pada 30 tahun yang lalu.
               Tak jauh dari rumahnya adalah tempat dimana ia selalu mengabdikan hari-hari nya. Ruangan yang cukup luas berisikan meja dan sofa yang tampak elegan serta tumpukkan buku – buku rohani yang dijadikan sebagai penghias ruangannya, terlihat tampak rapi pada pagi itu.
               “Jadi disini lah tempat saya sehari – hari. Bikin bahan khotbah, renungan, dan lain-lain” ujarnya sambil menjelaskan ruangan kesayangannya itu. Lukito Budihardjo di tempat ia bekerja menjabat sebagai Gembala Sidang dari Gereja GKPB Masa Depan Cerah, ia memiliki tanggung jawab yang besar untuk gereja. Menurutnya, ini adalah suatu kepercayaan yang Tuhan berikan untuknya sebagai tanda bahwa sebenarnya dibalik kelemahannya masih ada potensi yang bisa Tuhan berikan kepada kita atau dengan kata lain masih ada jalan keluar dalam setiap permasalah ataupun pergumulan yang kita alami. Tak lama setelah ia sampai dikantornya, beberapa tugas menantinya. Seorang perempuan muda yang sekiranya berumur 25 tahun, membawakan sebuah map berwarna merah yang berisikan beberapa laporan gereja yang ditujukan untuknya. Dengan teliti ia membaca laporan tersebut sehingga pada akhirnya ia mengembalikan laporan tersebut untuk direvisi.
               “Ya namanya tanggung jawab ya, kita harus bener – bener jalanin itu. Saya tegas kalau dalam hal laporan kayak gitu, kalau ada salah sedikitpun saya suruh revisi contohnya kejadian yang barusan” ujarnya. Kesalahan demi kesalahan baginya adalah sebagai suatu pembelajaran agar kejadian yang serupa tak terulangi di kemudian hari. Sosok Lukito Budihardjo dimata para staff – staffnya merupakan sosok yang gigih dalam bekerja dan juga melayani. Mereka beranggapan bahwa sebuah kelemahan bukanlah merupakan suatu penghalang baginya untuk memuliakan nama Tuhan dalam setiap kegiatan demi kegiatan yang ia lakukan.
               “Pak Lukito itu orangnya sangat tekun sekali dalam hal melayani, dan juga memberkati pastinya. Saya sangat terinspirasi dari beliau, karena kalau dilihat secara fisik beliau bisa dikatakan tidak seperti manusia normal yang bisa lebih beraktivitas lebih banyak, namun yang saya lihat hal itu tidak berlaku untuknya” ujar pak Sahat, salah satu staff dari gereja GKPB Masa Depan Cerah. Dengan dua tongkat yang membantunya beraktivitas tidak menjadi masalah baginya dan setiap orang yang melihatnya. Masih pada hari  yang sama sekitar pukul 11 siang, ia dijadwalkan untuk melayani di salah satu persekutuan kantor di daerah Thamrin, Jakarta Pusat. Dengan cuaca yang sangat panas terik ditambah dengan kemacetan Jakarta yang begitu menghambat perjalanannya, ia tetap dengan semangat yang membara untuk memberikan berkat bagi orang – orang di tempat ia melayani nantinya. Selama 1 setengah jam ia memberikan khotbah dengan semangatnya, wajah yang nampak mulai letih tak membuatnya berhenti begitu saja. Tepat pada pukul setengah 2 ia menyelesaikan khotbah nya, menuruni panggung dengan perlahan – lahan. Setelah itu, ia memutuskan untuk kembali ke kantor sebelum kembali kerumahnya. Aktivitas tiada henti bagaikan sebuah rutinitas seorang Lukito Budihardjo setiap harinya. Sesampainya ia di kantor, ia langsung memberikan instruksi untuk mengumpulkan semua staffnya untuk meeting yang biasa mereka namakan sebagai rapat MTV. Memperhatikan dengan seksama setiap laporan hingga keluhan dari setiap staff, ia tak lupa juga untuk mencatat setiap hal detail mengenai apa saja yang telah disampaikan dalam rapat tadi untuk sebagai suatu hal yang dapat dievaluasi dan diperbaiki secepat mungkin.
               “Kerja bapak selama ini ya ga sia – sia. Terbukti dengan masih adanya gereja sampai sekarang, dengan pertumbuhan yang semakin hari menuju ke arah yang positif. Bapak berhasil” ujar salah seorang sekretaris gereja. Respon positif dari para staffnya membuktikan bahwa ia menjalankan tanggung jawabnya sebagai umatNya yang dipercayakan untuk menggembalakan sebuah gereja, berjalan dengan semestinya. Setelah rapat selesai dilaksanakan, ia bergegas untuk pulang kerumahnya. Sesampainya ia dirumah, aktivitas seorang Lukito Budihardjo tidak berhenti sewaktu ia sampai dirumah. Istirahat sejenak, setelah itu ia langsung mempersiapkan bahan – bahan khotbah untuk pelayanan selanjutnya. Persiapan yang matang adalah salah satu caranya agar banyak orang bisa terberkati melaluinya. Setelah mempersiapkan segalanya, ia melakukan aktivitas olahraga sore. Layaknya manusia normal biasanya, ia berlari kecil dibantu dengan alat mesin khusus untuknya, dan melakukan sedikit angkat beban yang telah disesuaikan dengan kemampuannya.
               “Tuhan itu baik ya. Walaupun memiliki kekurangan, papa masih bisa beraktivitas dengan normal” ujar istrinya dan putra bungsu dari pasangan ini. Tak pernah sedetik pun ia letih, tak pernah sedetik pun ia goyah, dan tak pernah sedetik pun ia takut. Menurutnya, banyak orang pada sekarang ini diliputi rasa ketakutan yang besar, rasa keputusasaan, dan lain – lain. Dasar yang kuat adalah salah satu cara untuk menemukan jati diri kita yang sebenarnya. Jangan mencari yang tidak ada, melainkan temukan yang ada dan kembangkan. Tak perlu takut, tak perlu minder, karena Tuhan tak pernah melihat hal kecil seperti itu. melainkan Tuhan melihat bagaimana melalui hidup kita, nama Tuhan di per-Muliakan!
“Rasa takut dalam kenyataannya lebih banyak menghambat kita dalam hidup. Rasa takut akan kegagalan, penolakan, hingga terjatuh dan terjatuh lagi hanya akan menjadi bentuk kegagalan yang bahkan tidak pernah kita coba untuk memulai perjuangan itu sendiri. Rasa takut tersebut hanya akan membuat kita gagal, bahkan gagal sebelum kita mulai berjuang” ujarnya membacakan sebuah kutipan quotes.

No comments:

Post a Comment