Jatuh Bangun Menjadi Seorang Dokter
Handal
(Stepanie Silvia / 00000011118)
Menjadi Seorang Dokter merupakan
sebuah profesi mulia yang jarang dijalani oleh seseorang saat ini. Memang
sebagian anak kecil dari dahulu, jika ditanyakan, nanti gede mau jadi apa?
Kebanyakan akan menjawab, akan menjadi seorang dokter. Kenyataannya kini
generasi millennial mencari pekerjaan yang mudah dilakukan, bukan menjadi
seorang dokter, yang memang memiliki tuntutan yang sangat besar, karena
berhubungan dengan nyawa seseorang. Maka berbeda dengan generasi sekarang, jika
generasi dahulu justru banyak yang menekuni profesi dokter ini.
Salah satunya, dr. Falentina
Panjaitan, SpA yang menekuni profesi sebagai dokter. Tamat pendidikan Dokter di Universitas
Sumatra Utara tahun 1982, dilanjutkan dengan tamat Pendidikan S2 Dokter dari
Universitas Sumatra Tahun 1989 dan mengambil Dokter spesialis, juga tamat dari
Universitas Sam Ratulangi pada tahun 1998. Begitu sedikit profile riwayat
pendidikan dokter Tina, sapaan khas beliau.
Jadi seorang dokter tidaklah mudah,
butuh ketelatenan lebih dalam menjalani profesi ini. Bak satpam yang harus
stand by selama 24 jam, begitu juga dokter. Ya harus stand by juga selama 24
jam, sulit memang sulit. Awal cerita memang Dokter Tina dapat dibilang sukses
dalam karir S1 nya saat ia memutuskan mengambil jurusan kedokteran. Tapi cobaan
datang saat ia mengambil studi S2 di Universitas yang sama , yakni Universitas
Sumatra Utara. Ia harus menikah dan yang pasti akan meninggalkan sang suami,
karena tuntutan seorang dokter harus mau diberi tugas di daerah mana saja.
Waktu pun berlalu cukup lama, akhirnya Dokter Tina pun menikah juga. Saat, ia
mencoba berdiskusi bagaimana jika ia ditugaskan diluar daerah (Sumatra Utara),
suami selalu menjawab, itu terserah kamu tina. Ya, akhirnya Tina pun ditugaskan
pihak kampus untuk praktek di tempat yang cukup jauh yakni Pontianak,
Kalimantan Barat, dengan jangka waktu yang cukup panjang yakni satu tahun.
Keputusan berat itu diterima dengan
lapang dada oleh sang suami, ia Nampak tidak ingin jika Dokter Tina gagal dalam
pendidikannya karena sudah berkeluarga. Memang untuk ukuran penganten baru, hal
ini merupakan hal yang aneh karena sang istri harus langsung menunaikan
tugasnya demi gelar S2 nya tersebut. Satu tahun berlalu, dan dokter Tina
akhirnya kembali ke daerah asalnya, Sumatra Utara. Sang suami pun menyambut
dengan hangat kehadiran sang istri yang sudah lama ia tak jumpa. Hari demi hari
terus dijalani kedua pasangan tersebut, hingga sampai saatnya.. sang suami pun
berkata kecil kepada Dokter Tina. “Apakah ini saat yang tepat untuk memiliki
seorang anak?” sang suami bertanya dengan ragu-ragu. Bukan permasalahan yang
mudah untuk dijawab, karena dokter Tina sendiri memang sedang focus di jalur
pendidikan.
Dengan pemikiran yang matang,
akhirnya Dokter Tina pun mengikuti keinginan suaminya. Singkat cerita akhirnya
ia memiliki seorang momongan. Menjadi seorang dokter yang hanya memiliki gelar
S2 saja tidak cukup, biasanya seorang dokter butuh gelar “Dokter Spesialis”.
Hal itu juga yang dilakukan Dokter Tina. Ia memutuskan untuk mengambil dokter
spesialis di Universitas Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara. Mau tidak mau
suami dan anaknya mengikuti sang istri untuk mengambil studi ke Manado. Disana,
dokter Tina sekeluarga hanya mengontrak rumah untuk tempat bernaung. Sang suami
juga rela meninggalkan pekerjaannya di Sumatra Utara demi melancarkan profesi sang
istri.
Namun kesulitannya kini bertambah,
ia harus membagi waktu antara pekerjaan dengan anaknya. Anak yang masih kecil
praktis ia harus membagi focus dia, kapan harus bekerja dan kapan harus
mengurus anak tercinta. Hingga pada suatu ketika, dokter Tina kebetulan
mendapat shift malam saat ia sedang menempuh gelar dokter spesialis. Saat itu
juga kebetulan sang anak sedang sakit
diare parah, sampai dehidrasi. Disitu Dokter Tina mengalami dilemma dimana ia
harus menunaikan tugasnya sedangkan anaknya di rumah sedang sakit. Sangat bertepatan
juga sang suami sedang keluar kota untuk mencari pekerjaan. Akhirnya Dokter
Tina pun memutuskan untuk pulang ke rumahnya dan meninggalkan pekerjaannya.
Sesaat sampai rumah, anak nya terbaring lemah di kasur kamarnya. Sontak, ia
langsung mencari apotek terdekat untuk membeli obat untuk anaknya tersebut.
Akhirnya sang anak pun sembuh dari penyakitnya.
Masalah tidak kunjung selesai,
akibat ia meninggalkan pekerjaanya ia mendapatkan teguran dari atasan. Dokter
Tina pun sedikit menyerah dengan diharuskannya membagi waktu antara pekerjaan
dan anaknya. Lalu setelah ia pulang dari tempat ia bekerja, ia sedikit mengeluh
kepada sang suami “Bagaimana ya pah, kalau begini terus, aku tidak bisa focus dengan
pekerjaanku, aku lebih prioritaskan anak kita”. Suaminya pun menjawab
pertanyaan Tina dengan cepat. “Tenang saja , kamu focus sama pekerjaan kamu
saja, anak biar aku yang urus”.
Memang jadi seorang dokter tidak
semudah yang dibayangkan Tina, banyak waktu yang tersita dengan ia mengambil
profesi seorang dokter. Bagaimana tidak, waktu dihabiskan dengan membaca buku,
praktek dan sebagainya. Maka dari itu, Tina pun berfikir apakah dia akan terus
melanjutkan studinya, disamping sang suami yang terus mengsupportnya.
Akhirnya dokter Tina pun resmi
menjadi seorang dokter spesialis, yakni spesialis anak. Ia sangat bangga dengan
apa yang telah ia capai selama ini. Cita citanya menjadi seorang dokter
tercapai. Dengan waktu yang bertepatan dengan peresmian Tina menjadi dokter
spesialis, bertepatan juga dengan pekerjaan sang suami yang harus bepindah Kota
kembali. Kali ini sang suami mengajak dokter Tina untuk pindah ke Lembang, Jawa
Barat. Dokter Tina pun kaget karena ia harus kembali mencari pekerjaan baru di
daerah Bandung teresebut.
Tidak lama di Lembang, ia merasa
kurang nyaman dan ia meminta pindah kepada sang suami. Akhirnnya ia kembali
pindah tempat praktek kepada suaminya, ia memilih Tangerang sebagai tempat ia
melakukan prakteknya. Dan sangat tepat pilihan Dokter Tina, disini ia
mendapatkan pekerjaan yang ia idam-idamkan dan mulai cukup dikenal dikalangan
orang Tangerang bahwa ia adalah Dokter yang baik dan bagus di kelasnya.
Sedikit pesan dari dia kepada saya
yang ditujukan kepada teman-teman semua yang ingin masuk kedokteran bahwa
kedokteran itu tidak mudah, bukan masalah duit saja yang terkuras tapi tenaga,
fikiran dan sebagainya. Karena sebagai Dokter kalian akan menerima beban moril,
karena ia memegang nyawa orang lain untuk
ia pertahankan.
No comments:
Post a Comment