Saturday 3 June 2017

Betapa Pentingnya Pendidikan

Betapa Pentingnya Pendidikan

Rizma Audina Oktariyanti
00000012107


Berdiri tepat di atas sebuah gapura, bangunan itu sudah terlihat. Jalan itu lurus dan beraspal, mengarah ke bangunan tersebut. Di pinggiran jalan sebelah kanan dan kiri dibatasi oleh trotoar kecil berwarna hitam dan putih, sebagai pembatas antara jalanan beraspal dengan hamparan rerumputan hijau yang luas di halaman depan. Kendaraan mobil dan motor berjajar rapi di parkiran depan bangunan itu. Tepat di bagian depan sisi kanan, beberapa orang terlihat sedang berlalu-lalang dari sebuah ruangan yang bertuliskan Pusat Layanan Pengaduan, Informasi, dan Pendaftaran Kunjungan. Mereka berjalan menuju ke pintu masuk yang berada di bangunan itu. Sebagian dari mereka menggenggam sebuah kantong plastik hitam yang berisi cukup penuh di tangan kanan dan kirinya, berisi makanan dan pakaian untuk salah satu kerabatnya di dalam.

Dilihat dari luar, bangunan itu bercat biru muda dan tua. Masing-masing jendela yang berbentuk persegi panjang, diberikan teralis besi yang dibuat dua lapis berwarna oranye. Terpampang plang berwarna putih bertuliskan Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas I Tangerang, yang beralamat di Jalan Daan Mogot Nomor 29 C Tangerang.
Terdapat dua pintu masuk yang tertutup rapat. Pintu itu berupa gerbang yang terbuat dari besi. Ukurannya cukup tinggi, lebar, dan tebal. Pintu tersebut dipenuhi dengan lukisan yang membentuk sebuah pola. Terlihat berwarna-warni dengan adanya warna hitam, putih, biru, hijau, dan oranye. Jendela berbentuk persegi empat berteralis besi dan berkaca buram terdapat di masing-masing pintu. Pada salah satu jendelanya, terdapat satu kotak kecil berukuran sekitar 15 x 20 centimeter yang terbuka. Gunanya untuk para pengunjung yang ingin bertanya kepada penjaga di dalam. Siapapun yang hendak masuk ke area tersebut, wajib lapor kepada petugas dan akan dilakukan pengecekan terlebih dahulu.
“Selamat pagi, Pak. Ada keperluan apa?” tanya petugas kepada salah satu pengunjung.
“Pagi. Saya ingin menjenguk anak saya di dalam.” jawab pengunjung itu kepada petugas.
“Silahkan masuk. Lewat bagian sini ya, saya liat dulu barang bawaannya.” tambah petugas sambil membukakan pintu.
Sekumpulan orang-orang berjalan menuju arah gazebo-gazebo yang memang diperuntukkan bagi para pengunjung yang ingin menjenguk sanak saudara atau kerabat dekatnya yang berada di dalam LPKA Tangerang. Tidak seperti hari-hari sebelumnya yang biasa saja, hari ini hampir setiap gazebo dipenuhi oleh pengunjung. Pada masing-masing gazebo, terdapat satu orang yang mengenakan rompi berwarnya oranye bertuliskan Andikpas di bagian punggungnya. Andikpas merupakan singkatan dari Anak Didik Lapas, yaitu sebutan bagi para narapidana anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Pria Tangerang (LPKA). Seluruh Andikpas yang ingin bertemu dengan tamu kunjungan seperti keluarga dan teman, mereka harus mengenakan rompi tersebut.
Di salah satu gazebo, tampak seorang wanita yang sedang duduk sendirian. Dengan mengenakan kerudung panjang dengan setelan gamis yang bercorak bunga. Namanya Maryamah. Beliau rela berangkat dari Cilegon seorang diri hanya untuk bertemu anak semata wayangnya di LPKA. Anaknya masih berumur 14 tahun. Akibat terjerat kasus tindakan asusila dengan hukuman empat tahun penjara, membuat anaknya harus terpisah dengan dirinya.
Ibu Maryamah mengatakan bahwa, dirinya selalu merasa khawatir dan rindu terhadap anaknya. Maka dari itu, hampir seminggu sekali ia selalu menyempatkan untuk berkunjung.
“Pas tau anak saya harus masuk penjara. Saya tuh sedih. Takut banget. Pokoknya perasaan udah campur aduk dah. Awalnya saya mikir… Aduh kasian, gak tega banget, nanti anak gua bakal dipukulin gak ya…” ungkap Bu Maryamah cemas.
“Eh tapi setelah anak saya bilang kalo di sini orangnya ramah-ramah, saya agak tenang. Yang bikin senengnya lagi nih, ternyata anak saya masih bisa ngelanjutin sekolah di dalem sini, jadinya dia nggak putus sekolah.” tambahnya.
***
Pagi itu, Senin, 15 Mei 2017, sekitar pukul delapan pagi, seluruh Andikpas yang duduk di kelas 3 SMK akan melaksanakan Ujian Nasional (UN) Paket C Gelombang I. Mereka terlihat rapi mengenakan seragam sekolah berwarna putih abu-abu, lengkap dengan atributnya seperti dasi, ikat pinggang hitam, kaos kaki putih, dan sepatu hitam bertali. Mereka duduk dengan tertib di dalam kelas, menanti soal ujian dibagikan. Siswa yang mengikuti UN juga tidak banyak. Seangkatan hanya terdiri dari 12 siswa. Saat ujian, mereka dibagi lagi menjadi dua kelas, yakni enam orang per kelasnya.
Setelah keluarnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012, tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang berisi bahwa, anak tidak boleh disatukan dengan orang dewasa. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) sudah merencanakan mengenai perubahan seluruh LP Anak di Indonesia menjadi LPKA sejak tahun 2015 lalu. Salah satunya Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang yang sudah resmi diubah menjadi Lembaga Pembinaan Khusus Anak Pria Tangerang pada tahun 2016 lalu. Hal tersebut sejalan dengan berubahnya perlakuan hukum terhadap anak-anak dalam sistem peradilan. Anak-anak di bawah umur 14 tahun tidak boleh disidang dan dipidanakan, karena dianggap belum dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya. Sementara, bagi anak-anak yang berumur 14 sampai 18 tahun, dapat disidang dan dipidanakan, tetapi tidak boleh disatukan dengan penjara orang dewasa (19 tahun ke atas).
“Kalo rencana berubahnya sih udah dari tahun 2015. Tapi kalo resminya baru tahun 2016 lalu. Sampai saat ini, jadinya baru satu tahun.” ucap Herti Hartati, selaku Kepala Seksi Pembinaan di LPKA.
Semenjak berubah nama menjadi Lembaga Pembinaan Khusus Anak Tangerang (LPKA), terdapat juga beberapa perubahan di dalamnya. Apabila dilihat dari bangunannya, saat ini menjadi lebih berwarna dengan cat tembok bangunan warna biru, abu-abu, kuning, dan hijau. Dilengkapi dengan lukisan bermotif bunga yang memanjang di bagian tengah tembok. Teralis besi jendela yang berwarna oranye. Pagar berteralis besi, serta jalan yang ada di dalam area LPKA, kini sudah dicat berwarna-warni. Ditambah lagi, sekarang sudah tidak ada lagi pagar yang menjulang tinggi semacam jeruji besi di dalam sana. Tidak terlalu banyak yang berubah, hanya saja yang lebih ditekankan kepada para narapidana anak di sini yaitu pembinaan, bimbingan dan pengembangan anak yang berbasis budi pekerti. Seluruh Andikpas diajarkan untuk berpendidikan, berperilaku sopan dan disiplin. Mereka wajib mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di LPKA, seperti mengikuti pendidikan formal dan informal, bahkan sampai kegiatan kerohanian.  
“Kalo dari bentuk bangunannya sih nggak ada yang diubah, dari dulu ya gini-gini aja. Tapi kalo dari warna bangunan, memang ada sedikit perubahan, jadi dibuat lebih berwarna. Sama palingan pagar-pagar jeruji besi yang tinggi udah pada dilepasin. Udah sih itu aja, selebihnya masih sama aja kayak dulu, soalnya dari dulu di sini memang udah lapas untuk anak. Setelah berubah nama, yang lebih ditekankan di sini ya pembinaan untuk anak yang berbasis budi pekerti. Jadi bukan hanya pendidikan yang diberikan di sini, tapi mereka juga diajarkan untuk berperilaku baik.” jelas Bu Herti.
Dirinya juga menambahkan bahwa, “Secara keseluruhan, peraturan yang ada di sini (LPKA) sama saja seperti LP Pemuda dan Dewasa. Hanya saja, petugas di sini lebih ramah kepada Andikpas.”  
Melewati koridor demi koridor yang lantainya berkeramik putih. Serta jajaran tiang-tiang tembok bangunan yang berjajar di sepanjang koridor. Hingga papan peraturan yang terpasang di dinding-dinding seperti layaknya sekolahan. Sesekali terlihat Andikpas yang berlalu-lalang di koridor, berpapasan dengan seorang petugas LPKA yang mengenakan seragam berwarna biru dan berdasi, lengkap dengan atribut-atribut yang menempel di kemeja berwarna biru muda itu. Setiap kali Andikpas berpapasan, mereka selalu berhenti, hanya untuk sekadar menyapa atau mencium tangan para petugas. 
Saat sedang berkeliling bersama Bu Herti, langkah pun terhenti tepat di depan sekumpulan Andikpas yang sedang melanjutkan salah satu PKBM-nya yaitu pengelasan. Sebanyak lima Andikpas mengenakan seragam pengelasan. Kemeja pendek berwarna biru, dengan garis merah di lengan kanan dan kiri. Mereka sedang mengelas sebuah kerangka besi berwarna merah yang ukuran tingginya sekitar 2,5 meter berbentuk kerucut di bagian atas dan persegi empat di bagian bawah.
“Kegiatan pengelasan ini sudah mereka lakukan selama sepuluh hari. Hari ini terakhir, makanya harus diselesaikan sebelum memasuki Bulan Ramadhan.” jelas Bu Herti sambil menunjuk ke arah kerangka besi.
Saat melanjutkan berkeliling melewati koridor, di sisi kiri terdapat ruang pencukuran rambut. Di dalamnya, terlihat seorang pria sedang berdiri di depan cermin. Dengan seluruh bagian lengan hingga pergelangan tangan kanan yang dipenuhi tato-tato. Ia memakai kaos pendek berwarna oranye yang di punggungnya bertuliskan LPKA Bersahabat, Bersih, Santun, Harmonis, dan Bermartabat. Di tangan kanannya, ia memegang sebuah alat pencukur rambut, sambil memegang rambut teman sesama Andikpas dengan tangan kirinya.
“Nah, kalo ini, tempat Andikpas yang ingin mencukur rambut mereka. Pencukur di sini juga teman sesama Andikpas.” jelas Bu Herti sambil menunjuk ke arah ruang pencukuran rambut.
***
Pakaian-pakaian basah menggantung di sebuah untaian tali-tali jemuran yang terpasang memanjang di depan kamar-kamar Andikpas. Begitulah pemandangan yang terlihat di sepuluh Paviliun yang ada di LPKA setiap harinya. Paviliun merupakan sebutan untuk blok kamar-kamar mereka. Satu paviliun terdapat delapan kamar, yang satu kamarnya berisikan tiga sampai empat orang.
Di Paviliun Fathul Rohman, terlihat seorang pria sedang duduk termenung di sebuah bangku yang terbuat dari semen di pelataran kamarnya. Kaos pendek berwarna oranye bertuliskan LPKA Tangerang di bagian depan sisi tengah atas. Pria bernama Ibnu (18) ini menceritakan pelajaran hidupnya selama berada di LPKA. Dirinya tertangkap akibat kasus pelecehan seksual terhadap seorang teman wanitanya. Atas perbuatan khilafnya tersebut, dirinya harus menerima hukuman empat tahun penjara. 
“Kalo dibilang menyesal, ya menyesal banget. Tapi gimana ya, namanya juga anak muda jaman sekarang, ya pasti pada suka gitu deh. Tapi gua jadiin ini semua sebagai pelajaran hidup gua sih. Allah udah menentukan jalan hidup gua seperti ini. Jadi… Ya… Mau gak mau, suka gak suka, ya gua tetep harus jalanin. ” ujar Ibnu dengan nada suaranya yang tegas tapi santai.
Setelah satu tahun lamanya ia berada di dalam LPKA. Pria yang hobi bernyanyi ini mengatakan bahwa, ia merasakan ada perubahan sikap dari dalam dirinya selama dibina di sana. Masa lalunya yang kelam, ia jadikan pelajaran hidup.
“Dari kemarin-kemarin, saya bener-bener kurang bersyukur. Jadi, kalo sekarang, lebih banyak bersyukurnya. Lebih banyak mengerti dan belajar artinya kehidupan di dalam sini. Gua gak mau jadi orang baik, tapi gua mau jadi orang yang lebih baik lagi dari sebelumnya.” pungkasnya sambil tersenyum.
***
Sejumlah 90 Andikpas yang rata-rata berusia 12 hingga 18 tahun, mereka harus melanjutkan pendidikannya di dalam sana. Terdapat pendidikan formal mulai dari kelas 5 dan 6 SD, SMP, sampai SMK jurusan Teknik Otomotif Sepeda Motor. Sedangkan, pendidikan informalnya berupa Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) seperti pesantren, mengelas, menyablon, bermusik (angklung, rampak gendang, band), dan keterampilan lainnya.
Berbagai fasilitas seperti kegiatan beserta ruangannya memang tersedia di sini. Tidak hanya ruangan kantor para petugas LPKA dan kelas-kelas sekolahan saja, melainkan juga ada aula untuk keperluan acara, ruang komputer, ruang pesantren, ruang pengelasan, ruang penyablonan, ruang perbengkelan, ruang koperasi, ruang pencukuran rambut, ruang makan beserta dapurnya, ruang hasil karya keterampilan Andikpas, ruang perpustakaan yang diberi nama Rupin alias Rumah Pintar, sampai ruang kesehatan yang biasa disebut Poliklinik. Untuk kegiatan kerohanian, di dalam sana terdapat gereja dan masjid. Apabila ada kegiatan perlombaan dan olahraga, biasanya dilakukan di lapangan bola basket dan futsal yang sudah tersedia.
Mulai dari kegiatan keseharian hingga menu makanan beserta jamnya sudah terjadwal. Segala hal benar-benar dilakukan tepat waktu sesuai jadwal yang telah ditentukan. Setiap harinya, Andikpas dikeluarkan dari kamar pada pukul setengah lima pagi, tepatnya pada saat azan subuh. Kemudian mereka dimasukkan ke dalam kamar pada pukul setengah delapan malam, tepatnya setelah selesai salat isya berjamaah di masjid. Selama mereka berada di luar kamar, seluruh kamar langsung dikunci kembali oleh petugas yang berjaga. Tidak ada Andikpas yang diperbolehkan berada di dalam kamar, sehingga mereka harus melakukan berbagai macam kegiatan yang ada di LPKA.
LPKA Tangerang memberikan pendidikan sebagai bentuk pembinaan terhadap Andikpas. Dalam menjalani masa hukumannya, mereka para Andikpas tetap bisa melanjutkan pendidikannya, bersekolah dan berprestasi. Tidak sedikit juga Andikpas yang telah meraih prestasi, salah satunya pria bernama Putra (18). Pada bulan April lalu, ia baru saja meraih peringkat IV dalam Technical Contest for Technical High School 2017. Ia berhasil mengalahkan sekitar 52 lawannya di sekitar Jakarta dan Tangerang. Berkat prestasinya, ia dihadiahi piagam, sertifikat, baju, dan sepatu.
Mengenakan kemeja berlengan pendek berwarna oranye yang terdapat tulisan LPKA Tangerang di bagian depan sisi kiri atas. Dengan gelang berwarna hitam bertuliskan Adidas di pergelangan tangan kanannya. Tingginya sekitar 170 cm. Pria yang baru saja meraih prestasi ini duduk di kursi salah satu gazebo, sambil menceritakan pengalaman hidupnya selama berada di LPKA. Putra mengatakan bahwa, dirinya tertangkap bersama dengan kakak laki-lakinya pada tahun 2015 lalu di rumahnya. Ia kedapatan menyimpan sebanyak lima kilogram narkoba. Atas perbuatannya sendiri sebagai pengedar narkoba yang berada di Golongan I, ia harus menerima hukuman selama lima tahun penjara.
Saat ditangkap, umurnya masih 16 tahun dan duduk di kelas 2 SMA. Awalnya ia dibawa ke LP Salemba, namun hanya sekitar satu bulan saja, kemudian dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang, yang kini namanya sudah ganti menjadi Lembaga Pembinaan Khusus Anak Pria Tangerang. Hingga saat ini, sudah dua tahun lamanya ia berada di LPKA.
“Saya benar-benar menyesal sama perbuatan yang udah saya lakukan. Saya sangat bersyukur masih bisa melanjutkan sekolah di sini sampai lulus. Setelah keluar dari sini, saya berencana ingin kuliah.” tutur Putra dengan sopan.
Pria yang ingin berkuliah jurusan hukum ini mengatakan bahwa pendidikan adalah modal dasar untuk masa depan. Baginya, pendidikan dapat dilaksanakan kapanpun dan di manapun.
“Saya di sini nggak cuma bisa sekolah. Tapi di sini saya bener-bener ngelakuin banyak kegiatan yang belum pernah saya lakuin sebelumnya. Salah satunya mengikuti PKBM bermusik, saya pilih bermain gitar. Tadinya saya gak bisa main gitar, tapi sekarang udah bisa. Terus awalnya saya bener-bener gak bisa baca Iqra, apalagi Al-Qur’an. Tapi di sini saya banyak belajar mengaji. Kasian ya, orang lain mah belajar ngaji di pengajian, saya mah belajar ngajinya di LPKA. Hehehe…” tambahnya sambil bersenda gurau.

No comments:

Post a Comment