Saturday, 3 June 2017

Yang Tak' Terlepas Dari LAPAS

Yang Tak’ Terlepas Dari LAPAS
Rifdah Aliifah
00000012222

            Jalan panjang, hamparan rumput hijau yang luas, arit, sapu lidi, pengki, dan juga gerobak sampah, merupakan penampakan yang menghiasi LP anak wanita Tangerang pagi itu. Ditemani dengan tiga orang wanita yang mengenakan jilbab biru dongker dan seragam berwarna biru muda dengan tulisan  bordiran “Kemenkumham Pengayoman” di lengan kanannya. Di tengah kerja bakti terdapat gerbang besi besar berwarna abu-abu dengan jendela kecil ditengahnya yang berukuran 20 x 15 cm, inilah penampakan pertama ketika tiba di LP anak wanita Tangerang. Ketukan demi ketukan terdengar samar, terlihat seorang wanita paruh baya mengenakan seragam serba biru tua sambil membawa kain lap yang ingin memasuki ruangan dibalik gerbang besi besar itu.
            Hamparan taman dengan berbagai bunga mawar juga rerumputan hijau, dan air mancur terlihat jelas setelah pintu gerbang utama dibuka. Setelah melewati gerbang utama, masih ada gerbang kedua dan ketiga yang harus dilewati sebagai penghubung antara ruangan pavilliun dan ruangan petugas LP, yang di batasi oleh teralis besi dengan cat warna putih yang menjadi dominannya. Sapaan selamat pagi yang diucapkan oleh salah seorang narapidana dengan raut wajah yang ceria diiringi dengan musik senam aerobik cukup mencairkan suasana tegang pagi itu. Kenikmatan pandangan harus hilang ketika seorang petugas bernama ibu Yuyu Sumiati datang. Sambil berkeliling ia pun menjelaskan tentang apa saja yang ada di dalam LP anak wanita ini. Di dalamnya ada ruang bimbingan, ruang kunjungan, perpustakaan, poliklinik, tiga ruangan kelas yang tadinya digunakan untuk sekolah namun sekarang sudah menjadi ruangan serba guna, ruang pameran untuk menampilkan hasil karya seni para tahanan di dalam yang dapat dibeli oleh para pengunjung, ruangan salon, ruangan kreasi, koperasi, dapur, lapangan futsal, lapangan volly, ruang ibadah agama nasrani, aula yang bisa digunakan untuk menonton tv di masing-masing pavilliun, dan ruangan lainnya. Terlihat sebuah bangunan yang masih dalam proses pengerjaan di sebelah kanan koridor, tepat di samping poliklinik dan air mancur lainnya.
“Kita ada musholla yang lagi  dibangun, diusahakan sebelum puasa udah jadi, biar anak-anak bisa ngaji dan tarawih di musholla berjamaah kan enak” ujarnya.
“Biasanya sebelum ada musholla kita kalo sholat atau ngaji di aula besar sana” ujar ibu Yuyu sambil menunjuk kearah pukul 12. Ibu Yuyu menunjukkan beberapa data mengenai LP anak wanita melalui telepon genggam miliknya. Ia juga menekankan bahwa dari 228 penghuni LP anak wanita 80% karena penggunaan narkoba, dan selalu bertambah setiap tahunnya.
            Suasana pagi itu sangat kondusif, para napi menjalankan tugasnya masing-masing. Dimulai sejak pukul 07.00 mereka melakukan apel pagi, senam bersama, dilanjutkan dengan kerjabakti, seperti memotong rumput, menyapu halaman, menghias taman, mengelap kaca, membersihkan kebun sayur dan juga buah, memasak, dan hal lainnya yang dilakukan secara bersama-sama hingga pukul 09.00. Tak nampak sedikitpun kekesalan pada raut wajah para narapidana, yang ada hanyalah senyuman dan sapaan “permisi pak, permisi bu” “pagi pak, pagi bu”, dari para narapidana yang dilontarkan untuk setiap orang yang mereka temui.

Para napi yang sedang memotong rumput dengan arit

Saat berkeliling terlihat sedang ada acara di pojok aula yang didatangi oleh anak-anak-anak dari SMP Alam Kudus, bersama dengan anak didik pavilliun anggrek 1 yang mengenakan seragam pink dan celana biru muda yang berjumlah 12 orang. Kegirangan tampak pada wajah anak-anak yang menjadi tahanan di LP tersebut. Kurang dari 10 menit lagu sayonara pun terdengar, menandakan acara telah selesai dilaksanakan, sambil membagikan dua buah coklat beng-beng kepada masing-masing narapidana sebelum akhirnya mereka harus pergi meninggalkan aula. Setelah 30 menit berlalu, waktu sudah menunjukkan pukul 11.00, akhirnya anak-anak pavilliun anggrek satu per satu mulai beranjak meninggalkan aula untuk melakukan kegiatannya masing-masing, mulai dari les bahasa inggris, membuat karya seni, sampai mengaji dan juga melakukan ibadah kerohanian untuk yang beragama nasrani, semua kegiatan sudah terjadwal dengan sangat baik. Tersisa satu orang anak wanita bertubuh mungil, berambut pendek, mengenakan seragam lengan panjang berwana pink, topi hitam dan juga kacamata. Wanita dengan gaya tomboi yang kerap disapa “abang” oleh teman-temannya itu bernama Abby Nur Aulia (20). Ia sempat menjalankan pendidikan di Universitas Bakrie dengan mengambil jurusan broadcasting.
Ini bulan ke 8 Abby berada di LP, pasal 137 UU nomor 35 tahun 2009 tentang money laundry yang menjeratnya, mengharuskan Abby untuk tinggal disini selama 5 tahun 3 bulan, jauh dari keluarga dan juga kerabat.
“Gue lagi tidur waktu itu posisinya ngekost di Bali, karna emang lagi ngurusin pindahan kampus. Kejadiannya jam 5 pagi, tiba-tiba polisi ngetok-ngetok kamar disitu gue lagi cape banget karna baru tidur sejam, jadi nggak gue bukain, terus polisi matiin semua listrik, diluar udah berisik, pas gue buka pintu kamar eh tau-tau polisinya langsung masuk dan ngacak-ngacak kamar gue buat nyari bukti, tapi nggak ketemu.” Kesedihan dan raut kesalpun terpancar dari wajah Abby saat ia bercerita.
“Sebenernya gue nggak salah, di sini gue cuma jadi korban dari temen-temen gue. Udah ditest narkoba di rumah sakit khusus polisi dan semua hasilnya bersih gaada narkoba, tapikan polisi biasanya emang gitu…” ucapnya dengan nada kesal dan dengan pandangan mata yang kosong.
Sambil memasukkan beng-beng kedalam saku celananya, Abby pun mulai beranjak meninggalkan aula yang sudah sepi itu menuju pavilliunnya. Di kamar dengan ukuran 5 x 4 meter dengan dinding yang di cat warna putih dan dihiasi dengan tiga buah poster boyband korea, loker box, juga beberapa tumpukan boneka ini, Abby dan 12 temannya tidur dengan beralaskan matras dan bantal yang tidak terlalu tebal, di dalamnya juga terdapat satu kamar mandi dengan ukuran 135 x 115 cm yang di lengkapi dengan ember dan juga toilet jongkok, terdapat tiga kamar mandi lain di luar kamar yang digunakan oleh mereka untuk mencuci pakaian dan juga mencuci piring.  Di sana juga terdapat  tv baru yang dibeli secara patungan bersama-sama dengan 12 teman kamarnya melalui petugas, satu orang dikenakan biaya sekitar 165000 rupiah. Makan atau bahkan sekedar menghabiskan waktu luangnya untuk bercanda bersama teman-temannya pun dilakukan Abby secara bersamaan di dalam kamar.
Waktu sudah menunjukkan pukul 12.00, tiga orang napi petugas piket kamar pun mulai bergegas untuk mengambil jatah nasi cadong di dapur,  menu hari ini adalah nasi putih, tempe goreng, ikan asin, dan juga sayur bening untuk makan siang mereka. Sebelum nantinya mereka harus tutup keong atau dikunci di dalam kamar mereka selama satu jam untuk beristirahat, dan kemudian mereka akan di keluarkan lagi pada pukul 13.00 oleh petugas.
“Nasi cadong ya gitu rasanya apa adanya, sayur juga nggak ada rasanya, kalo gasuka ya gausah dimakan, jadi harus nahan laper sampe besoknya petugas datang bawain makanan yang kita pesen.” Ujar Abby sambil mengusap kacamatanya.
Abby dan teman-temannya rela mengeluarkan biaya lebih untuk menikmati makanan enak dan sesuai selera mereka. Jika mereka tidak ingin makan nasi cadong maka mereka harus memesan kepada petugas agar dibelikan makanan yang sesuai dengan selera mereka, Winda sebagai bendahara kamar pun sudah siap berkeliling sambil membawa tas selempang kecil yang berisi buku tulis dan juga pulpen bertinta merah yang di gunakan untuk mencatat pesanan makanan para napi yang tidak ingin makan nasi cadong, yang nantinya uang dan catatan pesanan akan di setorkan kepada petugas agar petugas dapat membelikannya.
“Pada mau makan apa nih nanti malem buat sahur pertama?” ujar Winda dengan bersemangat. Para napi memilih menu nasi goreng spesial sebagai menu untuk sahur pertama nanti seharga 25.000 rupiah.
            Sudah pukul 13.00 itu artinya para napi dapat kembali beraktivitas di luar kamar lagi, namun banyak teman Abby yang memilih untuk tinggal di kamar, ada yang sedang menyemir rambut, mencuci piring, ada juga yang tidur dan bermalas-malasan. Abby lebih memilih untuk berkeliling dan bermain dengan salah satu anak napi yang masih balita bernama Ovan yang baru berumur satu tahun dua bulan. Dari kejauhan Abby sudah berteriak sambil berlari menyebut nama Ovan dengan raut wajah yang sangat ceria, Ovan pun langsung tertawa bahagia dan berlari ke arahnya, bermain dengan Ovan merupakan kewajibannya setiap hari.
            Semua kegiatan napi di LP anak wanita berakhir pada pukul 17.00, mereka harus kembali ke pavilliunnya masing-masing, kemudian akan dikeluarkan lagi keesokan harinya pada pukul 07.00. Namun selama bulan puasa para petugas piket kamar napi yang berjumlah tiga orang akan di keluarkan untuk mengambil makan sahur pada pukul 02.00. Menu sahur pertama mereka yaitu nasi goreng spesial yang telah dipesan sehari sebelumnya kepada petugas lapas. Setelah makan sahur para napi melanjutkan untuk kembali tidur, karena mereka tetap harus beraktivitas di pagi harinya. Sejak pukul 10.00 musholla telah ramai diisi dengan para napi dari berbagai pavilliun untuk melakukan tadarus Al-Qur’an yang dipimpin oleh seorang ustazah bernama ibu Siti yang berasal dari yayasan dompet dhuafa. Tadarus Al-Qur’an berlangsung hingga pukul 14.00 di selingi dengan shalat dzuhur berjamaah. Ibu Siti menargetkan mereka harus khatam Al-Qur’an selama bulan Ramadhan.
“Insyaallah mereka bisa, karena sebelumnya juga kan lapas ini udah pernah menang juara terbaik III hafalan Al-Qur’an juz 30 dan lomba lainnya. Hehe” ujarnya dengan nada lembut.
            Gerbang kunjungan terlihat sangat ramai di sore hari pertama puasa ini, para pengunjung datang untuk menitipkan makanan berbuka bagi keluarganya yang ada di dalam LP. Dari banyaknya pengunjung yang memadati pintu kunjungan terlihat seorang pria bertubuh tinggi dan kurus, mengenakan kaos oblong dan juga topi hitam yang sedang diam dan duduk santai di bawah pepohonan sambil memainkan telepon genggamnya. Ia adalah bapak Asnawi, seorang supir dari salah satu narapidana yang ada di dalam.
“Saya mah sampe bosen kesini setiap hari, jadi udah males ngantri-ngantri gitu, soalnya “ibu” (majikannya yang menjadi tahanan lapas) setiap hari maunya dibawain makanan dari rumah, gapernah mau makan nasi sini, jadi saya kesini sehari bisa dua kali, ditemenin sama anaknya.”
“Kasus ibu kan beda dari napi-napi yang ada di dalam, ibu kena kasus tipikor” lanjutnya sambil berbisik.
            Sambil menunggu waktu berbuka puasa tiba, Abby dan tiga orang temannya terlihat sedang tertawa dengan sangat ceria di pelataran poliklinik. Rupanya mereka sedang menggoda Wildi gadis berambut pirang yang mengenakan kawat gigi bersama dengan kekasihnya yang berasal dari Malaysia, mereka sedang bertengkar karena Nur kekasih Wildi tidak berpuasa hari itu.
Keterasingan di dalam membawa masalah tersendiri bagi mereka, salah satunya satu per satu dari mereka mulai menyukai sesama jenis. Itu merupakan hal yang sangat wajar dan mudah ditemui di LP anak wanita, kurangnya perhatian yang diterima dari luar membuat mereka menjadi berpaling. Tidak hanya Abby, Wildi yang juga teman sekamar Abby salah satunya yang merasakan dampak tersebut.

 “kitakan kurang kasih sayang di dalam sini, siapa juga sih orang yang mau pacaran sama napi, pasti nggak ada kan. Jadi kita nggak ada cowo cewe pun jadi disini, yang penting bisa nemenin kita sehari-hari biar waktu tuh kerasanya cepet hahaha” tutur Wildi dengan raut wajah ceria.

No comments:

Post a Comment