Yang Tak’ Terlepas Dari LAPAS
Rifdah
Aliifah
00000012222
Jalan panjang, hamparan rumput hijau
yang luas, arit, sapu lidi, pengki, dan juga gerobak sampah, merupakan
penampakan yang menghiasi LP anak wanita Tangerang pagi itu. Ditemani dengan
tiga orang wanita yang mengenakan jilbab biru dongker dan seragam berwarna biru
muda dengan tulisan bordiran “Kemenkumham
Pengayoman” di lengan kanannya. Di tengah kerja bakti terdapat gerbang besi besar
berwarna abu-abu dengan jendela kecil ditengahnya yang berukuran 20 x 15 cm, inilah
penampakan pertama ketika tiba di LP anak wanita Tangerang. Ketukan demi ketukan
terdengar samar, terlihat seorang wanita paruh baya mengenakan seragam serba
biru tua sambil membawa kain lap yang ingin memasuki ruangan dibalik gerbang
besi besar itu.
Hamparan taman dengan berbagai bunga
mawar juga rerumputan hijau, dan air mancur terlihat jelas setelah pintu
gerbang utama dibuka. Setelah melewati gerbang utama, masih ada gerbang kedua dan
ketiga yang harus dilewati sebagai penghubung antara ruangan pavilliun dan
ruangan petugas LP, yang di batasi oleh teralis besi dengan cat warna putih
yang menjadi dominannya. Sapaan selamat pagi yang diucapkan oleh salah seorang
narapidana dengan raut wajah yang ceria diiringi dengan musik senam aerobik cukup
mencairkan suasana tegang pagi itu. Kenikmatan pandangan harus hilang ketika
seorang petugas bernama ibu Yuyu Sumiati datang. Sambil berkeliling ia pun
menjelaskan tentang apa saja yang ada di dalam LP anak wanita ini. Di dalamnya
ada ruang bimbingan, ruang kunjungan, perpustakaan, poliklinik, tiga ruangan
kelas yang tadinya digunakan untuk sekolah namun sekarang sudah menjadi ruangan
serba guna, ruang pameran untuk menampilkan hasil karya seni para tahanan di
dalam yang dapat dibeli oleh para pengunjung, ruangan salon, ruangan kreasi,
koperasi, dapur, lapangan futsal, lapangan volly, ruang ibadah agama nasrani,
aula yang bisa digunakan untuk menonton tv di masing-masing pavilliun, dan
ruangan lainnya. Terlihat sebuah bangunan yang masih dalam proses pengerjaan di
sebelah kanan koridor, tepat di samping poliklinik dan air mancur lainnya.
“Kita
ada musholla yang lagi dibangun,
diusahakan sebelum puasa udah jadi, biar anak-anak bisa ngaji dan tarawih di musholla
berjamaah kan enak” ujarnya.
“Biasanya
sebelum ada musholla kita kalo sholat atau ngaji di aula besar sana” ujar ibu
Yuyu sambil menunjuk kearah pukul 12. Ibu Yuyu menunjukkan beberapa data
mengenai LP anak wanita melalui telepon genggam miliknya. Ia juga menekankan
bahwa dari 228 penghuni LP anak wanita 80% karena penggunaan narkoba, dan
selalu bertambah setiap tahunnya.
Suasana pagi itu sangat kondusif,
para napi menjalankan tugasnya masing-masing. Dimulai sejak pukul 07.00 mereka
melakukan apel pagi, senam bersama, dilanjutkan dengan kerjabakti, seperti
memotong rumput, menyapu halaman, menghias taman, mengelap kaca, membersihkan
kebun sayur dan juga buah, memasak, dan hal lainnya yang dilakukan secara
bersama-sama hingga pukul 09.00. Tak nampak sedikitpun kekesalan pada raut
wajah para narapidana, yang ada hanyalah senyuman dan sapaan “permisi pak,
permisi bu” “pagi pak, pagi bu”, dari para narapidana yang dilontarkan untuk
setiap orang yang mereka temui.
Para napi yang sedang memotong
rumput dengan arit
Saat
berkeliling terlihat sedang ada acara di pojok aula yang didatangi oleh
anak-anak-anak dari SMP Alam Kudus, bersama dengan anak didik pavilliun anggrek
1 yang mengenakan seragam pink dan celana biru muda yang berjumlah 12 orang.
Kegirangan tampak pada wajah anak-anak yang menjadi tahanan di LP tersebut. Kurang
dari 10 menit lagu sayonara pun terdengar, menandakan acara telah selesai
dilaksanakan, sambil membagikan dua buah coklat beng-beng kepada masing-masing
narapidana sebelum akhirnya mereka harus pergi meninggalkan aula. Setelah 30
menit berlalu, waktu sudah menunjukkan pukul 11.00, akhirnya anak-anak
pavilliun anggrek satu per satu mulai beranjak meninggalkan aula untuk melakukan
kegiatannya masing-masing, mulai dari les bahasa inggris, membuat karya seni,
sampai mengaji dan juga melakukan ibadah kerohanian untuk yang beragama
nasrani, semua kegiatan sudah terjadwal dengan sangat baik. Tersisa satu orang anak
wanita bertubuh mungil, berambut pendek, mengenakan seragam lengan panjang
berwana pink, topi hitam dan juga kacamata. Wanita dengan gaya tomboi yang
kerap disapa “abang” oleh teman-temannya itu bernama Abby Nur Aulia (20). Ia sempat
menjalankan pendidikan di Universitas Bakrie dengan mengambil jurusan
broadcasting.
Ini
bulan ke 8 Abby berada di LP, pasal 137 UU nomor 35 tahun 2009 tentang money
laundry yang menjeratnya, mengharuskan Abby untuk tinggal disini selama 5 tahun
3 bulan, jauh dari keluarga dan juga kerabat.
“Gue
lagi tidur waktu itu posisinya ngekost di Bali, karna emang lagi ngurusin
pindahan kampus. Kejadiannya jam 5 pagi, tiba-tiba polisi ngetok-ngetok kamar
disitu gue lagi cape banget karna baru tidur sejam, jadi nggak gue bukain,
terus polisi matiin semua listrik, diluar udah berisik, pas gue buka pintu
kamar eh tau-tau polisinya langsung masuk dan ngacak-ngacak kamar gue buat nyari
bukti, tapi nggak ketemu.” Kesedihan dan raut kesalpun terpancar dari wajah Abby
saat ia bercerita.
“Sebenernya
gue nggak salah, di sini gue cuma jadi korban dari temen-temen gue. Udah ditest
narkoba di rumah sakit khusus polisi dan semua hasilnya bersih gaada narkoba,
tapikan polisi biasanya emang gitu…” ucapnya dengan nada kesal dan dengan
pandangan mata yang kosong.
Sambil
memasukkan beng-beng kedalam saku celananya, Abby pun mulai beranjak meninggalkan
aula yang sudah sepi itu menuju pavilliunnya. Di kamar dengan ukuran 5 x 4 meter
dengan dinding yang di cat warna putih dan dihiasi dengan tiga buah poster
boyband korea, loker box, juga beberapa tumpukan boneka ini, Abby dan 12
temannya tidur dengan beralaskan matras dan bantal yang tidak terlalu tebal, di
dalamnya juga terdapat satu kamar mandi dengan ukuran 135 x 115 cm yang di lengkapi
dengan ember dan juga toilet jongkok, terdapat tiga kamar mandi lain di luar
kamar yang digunakan oleh mereka untuk mencuci pakaian dan juga mencuci piring. Di sana juga terdapat tv baru yang dibeli secara patungan
bersama-sama dengan 12 teman kamarnya melalui petugas, satu orang dikenakan
biaya sekitar 165000 rupiah. Makan atau bahkan sekedar menghabiskan waktu
luangnya untuk bercanda bersama teman-temannya pun dilakukan Abby secara
bersamaan di dalam kamar.
Waktu
sudah menunjukkan pukul 12.00, tiga orang napi petugas piket kamar pun mulai bergegas
untuk mengambil jatah nasi cadong di dapur,
menu hari ini adalah nasi putih, tempe goreng, ikan asin, dan juga sayur
bening untuk makan siang mereka. Sebelum nantinya mereka harus tutup keong atau
dikunci di dalam kamar mereka selama satu jam untuk beristirahat, dan kemudian
mereka akan di keluarkan lagi pada pukul 13.00 oleh petugas.
“Nasi
cadong ya gitu rasanya apa adanya, sayur juga nggak ada rasanya, kalo gasuka ya
gausah dimakan, jadi harus nahan laper sampe besoknya petugas datang bawain
makanan yang kita pesen.” Ujar Abby sambil mengusap kacamatanya.
Abby
dan teman-temannya rela mengeluarkan biaya lebih untuk menikmati makanan enak dan
sesuai selera mereka. Jika mereka tidak ingin makan nasi cadong maka mereka
harus memesan kepada petugas agar dibelikan makanan yang sesuai dengan selera
mereka, Winda sebagai bendahara kamar pun sudah siap berkeliling sambil membawa
tas selempang kecil yang berisi buku tulis dan juga pulpen bertinta merah yang
di gunakan untuk mencatat pesanan makanan para napi yang tidak ingin makan nasi
cadong, yang nantinya uang dan catatan pesanan akan di setorkan kepada petugas
agar petugas dapat membelikannya.
“Pada
mau makan apa nih nanti malem buat sahur pertama?” ujar Winda dengan
bersemangat. Para napi memilih menu nasi goreng spesial sebagai menu untuk
sahur pertama nanti seharga 25.000 rupiah.
Sudah pukul 13.00 itu artinya para
napi dapat kembali beraktivitas di luar kamar lagi, namun banyak teman Abby
yang memilih untuk tinggal di kamar, ada yang sedang menyemir rambut, mencuci
piring, ada juga yang tidur dan bermalas-malasan. Abby lebih memilih untuk
berkeliling dan bermain dengan salah satu anak napi yang masih balita bernama
Ovan yang baru berumur satu tahun dua bulan. Dari kejauhan Abby sudah berteriak
sambil berlari menyebut nama Ovan dengan raut wajah yang sangat ceria, Ovan pun
langsung tertawa bahagia dan berlari ke arahnya, bermain dengan Ovan merupakan
kewajibannya setiap hari.
Semua kegiatan napi di LP anak
wanita berakhir pada pukul 17.00, mereka harus kembali ke pavilliunnya
masing-masing, kemudian akan dikeluarkan lagi keesokan harinya pada pukul
07.00. Namun selama bulan puasa para petugas piket kamar napi yang berjumlah
tiga orang akan di keluarkan untuk mengambil makan sahur pada pukul 02.00. Menu
sahur pertama mereka yaitu nasi goreng spesial yang telah dipesan sehari
sebelumnya kepada petugas lapas. Setelah makan sahur para napi melanjutkan
untuk kembali tidur, karena mereka tetap harus beraktivitas di pagi harinya.
Sejak pukul 10.00 musholla telah ramai diisi dengan para napi dari berbagai
pavilliun untuk melakukan tadarus Al-Qur’an yang dipimpin oleh seorang ustazah
bernama ibu Siti yang berasal dari yayasan dompet dhuafa. Tadarus Al-Qur’an
berlangsung hingga pukul 14.00 di selingi dengan shalat dzuhur berjamaah. Ibu
Siti menargetkan mereka harus khatam Al-Qur’an selama bulan Ramadhan.
“Insyaallah
mereka bisa, karena sebelumnya juga kan lapas ini udah pernah menang juara
terbaik III hafalan Al-Qur’an juz 30 dan lomba lainnya. Hehe” ujarnya dengan
nada lembut.
Gerbang kunjungan terlihat sangat
ramai di sore hari pertama puasa ini, para pengunjung datang untuk menitipkan
makanan berbuka bagi keluarganya yang ada di dalam LP. Dari banyaknya
pengunjung yang memadati pintu kunjungan terlihat seorang pria bertubuh tinggi
dan kurus, mengenakan kaos oblong dan juga topi hitam yang sedang diam dan
duduk santai di bawah pepohonan sambil memainkan telepon genggamnya. Ia adalah
bapak Asnawi, seorang supir dari salah satu narapidana yang ada di dalam.
“Saya
mah sampe bosen kesini setiap hari, jadi udah males ngantri-ngantri gitu,
soalnya “ibu” (majikannya yang menjadi tahanan lapas) setiap hari maunya dibawain makanan dari rumah, gapernah mau makan nasi sini, jadi saya kesini
sehari bisa dua kali, ditemenin sama anaknya.”
“Kasus
ibu kan beda dari napi-napi yang ada di dalam, ibu kena kasus tipikor”
lanjutnya sambil berbisik.
Sambil menunggu waktu berbuka puasa
tiba, Abby dan tiga orang temannya terlihat sedang tertawa dengan sangat ceria
di pelataran poliklinik. Rupanya mereka sedang menggoda Wildi gadis berambut
pirang yang mengenakan kawat gigi bersama dengan kekasihnya yang berasal dari
Malaysia, mereka sedang bertengkar karena Nur kekasih Wildi tidak berpuasa hari
itu.
Keterasingan
di dalam membawa masalah tersendiri bagi mereka, salah satunya satu per satu
dari mereka mulai menyukai sesama jenis. Itu merupakan hal yang sangat wajar
dan mudah ditemui di LP anak wanita, kurangnya perhatian yang diterima dari
luar membuat mereka menjadi berpaling. Tidak hanya Abby, Wildi yang juga teman
sekamar Abby salah satunya yang merasakan dampak tersebut.
“kitakan kurang kasih sayang di dalam sini,
siapa juga sih orang yang mau pacaran sama napi, pasti nggak ada kan. Jadi kita
nggak ada cowo cewe pun jadi disini, yang penting bisa nemenin kita sehari-hari
biar waktu tuh kerasanya cepet hahaha” tutur Wildi dengan raut wajah ceria.
No comments:
Post a Comment