-Farah Meilinda P (00000009894)-
Sang
Ibu mengetahui anaknya menjadi korban pencabulan tersebut, ketika anaknya
bertanya kepada sang ibunya. Gadis kecil dengan mimik wajah polos itu bertanya
kepada sang ibunya, “Bu, foto anak itu kenapa?” saat itu, sang ibu tengah
membaca sebuah berita tentang pencabulan anak di surat kabar. “Ini foto anak
korban pencabulan, Nak.”
LM
(9), kemudian bertanya lagi, “Cabul itu apa artinya, bu?” “Cabul itu kejadian
dimana kelamin si anak tadi dimainin sama penjahatnya,” jawab sang ibu kembali.
Mendengar hal itu, putrinya (LM) pun diam dan pergi keluar kamar ibunya. Sang
Ibu nampak curiga melihat sikap putrinya berubah drastis.
Percakapan Ibu-anak itu ditirukan Kepala Unit Pelayanan
Perempuan dan Anak (PPA) Polres Tangerang Selatan, Iptu Sumiran, saat ditemui,
Kamis (25/5) lalu di Mapolres Tangerang Selatan. Menurut Sumiran, sang ibu
kemudian merayu putrinya dan menanyakan, kenapa tiba-tiba terdiam setelah
dijelaskan mengenai kata pencabulan.
“Nak, tadi kenapa tiba-tiba diam begitu? Coba cerita sama
ibu, emang kamu pernah di perlakukan seperti itu oleh penjahat?” tanya ibunya
pelan. “Tapi Ibu jangan marah, ya. Kelaminku pernah diperlakukan seperti itu
oleh penjahat (KM),” terang putrinya dengan wajah ketakutan.
Kaget,
mendengar pengakuan sang putri, sang ibu kemudian berdiskusi dengan suaminya
untuk melakukan visum. Hasil visum menunjukkan selaput dara LM sudah rusak
akibat pencabulan yang dilakukan oleh KM (59). Berbekal hasil visum, sebagai
orangtua korban pun melaporkan tindakan keji ini terhadap putrinya ke Polres
Tangerang Selatan.
Laporan inilah yang kemudian
menjadi awal merembetnya laporan orang tua korban pencabulan lainnya yang di
lakukan KM, di Jalan Bidar XI Kelurahan Pakulonan Barat, Kecamatan Kelapa
Dua, Kabupaten Tangerang. Polres Tangerang Selatan sudah menerima 13
korban pencabulan yang dilakukan oleh tersangka KM di wilayah Tangerang
Selatan.
“Lewat hasil visum, enam di
antaranya sudah dinyatakan positif mengalami pencabulan, tujuh lainnya hanya
masih sebatas kecurigaan orang tua dan menunggu hasil visum,” terang sumiran.
Hasil Visum
Merasa
khawatir akan kebenaran cerita putrinya, Ibu dari anak korban (LM). Hasil visum
tersebut ternyata dinyatakan positif, yang berarti putrinya benar mendapat
pelecehan seksual oleh pelaku KM. “Seketika saya syok melihat hasil visum, mau
nangis, enggak nyangka anak yang saya jaga sejak kecil diperlakukan sekeji itu
diluar.” Jelasnya dengan nada rendah.
Semenjak itu, banyak warga yang
kemudian juga melakukan visum bagi anaknya, empat di antaranya positif. Mereka
kemudian bersama-sama melaporkan kasus ini ke kepolisian. Meski hasil visum
putri korban pencabulan lainnya, tidak separah LM, tetap saja kejadian itu
membuat orang tua korban lainnya membuat resah dan miris. Tak menyangka
pelakunya adalah tetangganya sendiri. Korban pencabulan tersebut tak sedikit
dan semuanya anak gadis dibawah umur.
Orang
tua korban yang lainnya juga bercerita, Dewi, anak-anak yang sebaya dengan
putrinya memang sering bermain di taman di depan rumah pelaku.
“Kalau
pagi anak-anak sering main sepatu roda disana. Lantaran putri saya sekolahnya
dari pagi sampai sore, jadi kalau main ke sana cuma Sabtu dan Minggu,”
ungkapnya.
Ibu dari anak korban lainnya curiga putrinya “dikerjai” KM
saat bermain sepatu roda di hari libur. “Bisa jadi kasus yang menimpa putri
saya terjadi Sabtu atau Minggu pagi. Kalau pagi, istri pelaku sedang berjualan,
pulangnya pun siang. Hanya tersisa dua cucunya yang sebaya putri saya. Mungkin
saat itu dia melakukan aksi bejatnya,” imbuhnya sambil menggelengkan kepala.
Sebelumnya, Dewi tak
pernah berpikir negatif saat anaknya bermain di sana karena tempat itu terbuka
dan ramai anak kecl yang bermain. Anggapannya pun sekarang sudah berubah
setelah kejadian miris menimpa putrinya, “Sekarang saya lebih berhati-hati.
Saya dan ibu-ibu lainnya sepakat anak-anak kami bermain di lapangan depan rumah
saya saja. Kalau bisa, malam anak-anak juga enggak bermain keluar rumah demi
keamanan mereka,” ujarnya lagi.
Tanggapan Iptu Sumiran (Kepala Unit
Pelayanan Perempuan dan Anak)
Menurut
Iptu Sumiran, KM mengincar gadis
kecil yang bermain di taman depan rumahnya dengan iming-iming menonton film
horor. Pelaku tersebut melakukan aksi bejatnya ketika istrinya tidak ada dirumah.
Setiap pagi hingga siang hari rumahnya kosong, karena
istrinya berjualan di pasar. Saat itu dia memanfaatkan untuk mengundang korban
satu per satu kerumahnya. Waktunya saya tidak bisa memprediksi, yang jelas jika
ada kesempatan dia selalu mengundang korbannya, kemudian diputarkan film Horor.
Incaran dia cuma satu, ketakutan korban saat melihat adegan film,” jelas Sumiran.
Saat
korbannya takut, pasti akan berlindung
dan refleks memeluk KM. Saat korban berada dalam pelukannya itulah, aksi bejat
KM dimulai. “Bermula dari mengelus-eluskan kepala korban, sampai akhirnya ke
bagian kemaluan perempuan,” terang Sumiran
Akibat
perbuatannya, pelaku akan dijerat pasal 82 Undang-Undang Republik Indonesia
nomor 35 tahun 2014 atas perubahan Undang-undang Republik Indonesia tahun 2003
tentang perlindungan anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Korban
Anak pada saat diperiksa wajib di dampingi oleh Orang tua atau keluarga, atau
kuasa hukum, pendamping/advokasi anak. Pada saat pemeriksaan korban harus bersikap
sopan dan berempati terhadap korban, jangan memujukan, mencela dan berlaku
sopan.
Apabila
korban merasa tidak nyaman untuk kembali ke rumah atau takut bertemu dengan
pelaku, maka penyidik dapat merujuk ke P2TP2A atau Shelter (Rumah Pelindung)
untuk sementara waktu sambil menunggu proses pemulihan baik fisik atau psikis
korban,” jelas Sumiran.
No comments:
Post a Comment