KEKURANGANKU ADALAH KEKUATANKU
Nama : Jeremy Frits David Menajang
NIM : 00000009074
“Layanilah
seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap – tiap
orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah”, ujar lelaki itu dengan ucapannya yang tegas
dan lantang sambil memegang Alkitab ditangan kirinya. Perjalanan hidup yang
penuh liku – liku harus ia lewati dengan penuh ucapan syukur. “Tidak ada
seorangpun yang mau seperti ini, tapi jika ini diperkenankan Tuhan terjadi
untuk saya, saya akan menerimanya dan menjalaninya dengan ucapan syukur”, ujar
lelaki itu.
Lahir pada 53 tahun
yang lalu, tepatnya pada bulan Februari tahun 1963. Bayi laki – laki yang
bernama Lukito Budihardjo lahir ke muka bumi ini. Pada waktu itu, tidak sama
sekali ada yang mengira bahkan terpikirkan bahwa seorang Lukito Budihardjo mempunyai
cita – cita sebagai pendeta. Hari demi hari, waktu demi waktu ia lewati dengan
semestinya. Menjalani masa kecil nya dengan penuh keceriaan dan kebahagiaan
bersama orangtuanya. Hingga pada masa remajanya, Lukito Budihardjo tumbuh
menjadi seorang laki – laki dewasa yang gagah dan disukai banyak kaum hawa.
Jauh dibalik itu, usia remaja sangat rentan atau rawan terpengaruh dengan
‘dunia’. Itulah yang terjadi kepada pak Lukito, dimana ia terpengaruh dengan
‘dunia’ hingga hampir menjerumuskan dirinya kepada hal – hal yang negative.
“Masa remaja saya itu bisa dibilang bahagia - bahagia saja sih, tapi dibalik
itu yaaa ada lah! Namanya juga remaja kan”, ujarnya. Namun seketika masa
remajanya yang bahagia berubah drastis menjadi masa – masa dimana pak Lukito ini
menderita suatu penyakit yang bisa dikatakan sangat parah.
“Dulu saya tidak
seperti ini, saya lahir secara normal. Akan tetapi pada usia remaja saya, saya
mengalami satu penyakit yaitu rematik tulang” ucapnya dengan sedikit
terbata-bata. Lahir secara normal, hingga sama sekali tidak ada satupun yang
membedakan dia dengan manusia normal.
“Yaaa pasti ini semua ada maksud Tuhan. Tuhan
mengijinkan ini semua terjadi pada saya, jadi saya percaya dan yakin bahwa
Tuhan ada maksud untuk ini semua”, ucap Lukito Budihardjo. Kejadian ini tidak
memutuskan semangat Lukito Budihardjo untuk tetap percaya kepada Tuhan agar dia
bisa cepat sembuh dari penyakit yang ia alami. Hari demi hari, ia mengupayakan
melalui jalur medis diiringi dengan doa dan iman percaya kepada Tuhan,
bahwasanya nantinya ia akan sembuh dari penyakit tersebut. Akan tetapi, cobaan
yang ia alami tidak berhenti sampai disitu saja, perlahan tapi pasti penyakit
rematik tulang yang ia alami, semakin membuat fisiknya terbatas. Kejadian ini
membuat seorang Lukito Budihardjo tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan hingga
menyerang mentalnya dan menggoyahkan imannya kepada Tuhan. Seakan seorang
remaja ini, tidak lagi mempunyai harapan yang lebih baik daripada mengakhiri
hidup dalam dunia ini, tidak ada impian besar dalam menjalani masa muda nya.
“Pada waktu itu saya sangat putus asa melihat
kehidupan saya seperti ini, fisik saya semakin terbatas. Sangat menghambat
untuk saya melakukan segala aktivitas saya”. Hari demi hari, ia semakin tidak
menerima kenyataan yang harus ia alami pada saat itu. Hati nya bertanya tiada
henti, menanyakan kenapa Tuhan mengijinkan ini semua terjadi kepada saya. Yang
awalnya ia yakin dan percaya bahwa dia akan sembuh lambat tapi pasti, ia justru
semakin meragukan seolah Tuhan tega membuat anakNya seperti ini. Yang awalnya
masa muda penuh dengan kebahagiaan, justru sekarang mengalami perubahan yang
drastis. Yang tadinya, seorang Lukito Budihardjo yang pandai bergaul, sekarang
hanya bisa meratapi kehidupannya dengan kesedihan yang tiada henti dengan
mengurung diri dalam kamarnya yang hanya berisikan tempat tidur yang tidak
cukup luas untuknya dengan dinding putih serta hiasan di sudut kamarnya.
Cukup dalam jangka
waktu yang lama, ia mengurungi dirinya sambil meratapi mengapa kehidupannya
menjadi seperti ini. Hari demi hari, kata – kata penuh dengan keputusasaan lah
yang terlontar dari mulut seorang Lukito Budihardjo. Semakin hari, rasa sakit
yang ia rasakan sungguh sangat menyiksa dirinya. Perlahan demi perlahan, ia
mulai lelah menjalani hidupnya pada saat itu. Hingga pada akhirnya Tuhan
mengingatkan dirinya disaat dirinya sudah mulai lemah tak berdaya.
“Sampai satu titik, Tuhan mengingatkan, di
dalam kelemahan sebenarnya masih ada potensi yang Tuhan taruh” ujarnya. Mulai
saat itu, Lukito Budihardjo mulai bangkit dan memotivasi dirinya kembali sama
seperti dirinya yang dulu. Ia memulainya dengan hidup mandiri, dengan segala
keterbatasan yang ada Lukito Budihardjo tak kenal lelah dan waktu untuk
membiasakan dirinya sebagai manusia yang berhasil hidup mandiri dengan
keterbatasan yang ia punyai.
“Ketika kita sudah
menilai bahwa kita berhasil untuk hidup mandiri, kita lihat lagi apa yang Tuhan
taruh di hidup kita itu bukan hanya sekedar hidup mandiri untuk diri kita, tapi
supaya hidup kita juga bisa menjadi berkat untuk orang lain”. Dari dasar
itulah, ia berani untuk keluar, berani untuk mencoba memberikan perhatian
kepada orang yang membutuhkan, dan memulai mendoakan orang hingga memberikannya
kekuatan, hingga pada akhirnya tanpa ia sadari dengan keterbatasan yang ada,
semua ini berjalan hingga saat ini.
Kehidupan yang ia bangun dari awal kembali, tidak berujung sia –
sia. Seorang Lukito Budihardjo, yang dulunya sangat pesimis akan kehidupannya,
berubah menjadi orang yang menginspirasi banyak orang. Menurutnya, melayani
merupakan suatu wadah agar kita belajar mengasihi dan melayani sesame tanpa
mementingkan diri sendiri, Tuhan ingin memakai kita untuk membuat perubahan di
dunia-Nya. Yang penting bukanlah jangka waktu berapa lama kita hidup, melainkan
sumbangsihnya. Bukan berapa lama kita hidup, melainkan bagaimana kita hidup.
Kekuatan serta motivasi itulah, membuat ia terus melayani dan menjadi berkat
untuk orang lain tiada henti.
Pagi, 19 Mei 2017 di suatu
perumahan daerah Karawaci, Tangerang. Lukito Budihardjo memulai harinya dengan
saat teduh bersamaan dengan doa keluarga bersama sang istri, dan juga kedua
anaknya. Tak peduli berapa pun orang yang ada pada saat itu, ia memulainya
dengan khusyuk. Memegang alkitab serta membacakan satu ayat, menjadi rutinitas
yang ia dan keluarganya lakukan.
“Memang papa tiap pagi ngajarin kita buat saat teduh sama” ujar
William, anak tertua dari Lukito Budihardjo. Hambatan demi hambatan mereka
ceritakan saat melakukan saat teduh bersama.
“Saya memang membiasakan keluarga saya untuk mendekatkan diri
kepada Tuhan, dengan cara memulai hari dengan saat teduh bersama” ujar bapak
Lukito. Raut muka yang masih mengantuk, serta berpakaian pakaian tidur tak
menghentikan seorang papa dari dua anak ini memulai saat teduhnya. Ia tidak
peduli apapun yang terjadi, yang penting ia bisa mendekatkan diri dengan
Tuhan. Menurutnya, salah satu cara
mendekatkan diri kepada Tuhan adalah membiasakan diri kita dengan mengucap
syukur kapan pun dan dimana pun kita berada. Setelah melakukan saat teduh
bersama, ia bergegas bersiap untuk menuju kantor yang letaknya tak jauh dari
rumahnya. Memakai setelan batik warna putih dan corak hitam yang ia kenakan,
menemani perjalanan pada pagi hari itu.
Lukito Budihardjo memulai karir
nya sebagai pendeta dimulai dari 1987, menjadi salah satu orang yang berperan
dalam mendirikan gereja GKPB Fajar Kemuliaan yang berubah sekarang menjadi GKPB
MDC Jakarta. Berawal dari gereja yang tidak cukup besar untuk menampung banyak
jemaat, hingga sampai gereja ini sudah memiliki cabang di berbagai kota hingga
beberapa negara, Lukito Budihardjo salah satunya menjadi saksi perkembangan
demi perkembangan gereja yang ia dirikan pada 30 tahun yang lalu.
Tak jauh dari rumahnya adalah
tempat dimana ia selalu mengabdikan hari-hari nya. Ruangan yang cukup luas
berisikan meja dan sofa yang tampak elegan serta tumpukkan buku – buku rohani
yang dijadikan sebagai penghias ruangannya, terlihat tampak rapi pada pagi itu.
“Jadi disini lah tempat saya
sehari – hari. Bikin bahan khotbah, renungan, dan lain-lain” ujarnya sambil
menjelaskan ruangan kesayangannya itu. Lukito Budihardjo di tempat ia bekerja
menjabat sebagai Gembala Sidang dari Gereja GKPB Masa Depan Cerah, ia memiliki
tanggung jawab yang besar untuk gereja. Menurutnya, ini adalah suatu
kepercayaan yang Tuhan berikan untuknya sebagai tanda bahwa sebenarnya dibalik
kelemahannya masih ada potensi yang bisa Tuhan berikan kepada kita atau dengan
kata lain masih ada jalan keluar dalam setiap permasalah ataupun pergumulan
yang kita alami. Tak lama setelah ia sampai dikantornya, beberapa tugas
menantinya. Seorang perempuan muda yang sekiranya berumur 25 tahun, membawakan
sebuah map berwarna merah yang berisikan beberapa laporan gereja yang ditujukan
untuknya. Dengan teliti ia membaca laporan tersebut sehingga pada akhirnya ia
mengembalikan laporan tersebut untuk direvisi.
“Ya namanya tanggung jawab ya,
kita harus bener – bener jalanin itu. Saya tegas kalau dalam hal laporan kayak
gitu, kalau ada salah sedikitpun saya suruh revisi contohnya kejadian yang
barusan” ujarnya. Kesalahan demi kesalahan baginya adalah sebagai suatu
pembelajaran agar kejadian yang serupa tak terulangi di kemudian hari. Sosok Lukito
Budihardjo dimata para staff – staffnya merupakan sosok yang gigih dalam
bekerja dan juga melayani. Mereka beranggapan bahwa sebuah kelemahan bukanlah
merupakan suatu penghalang baginya untuk memuliakan nama Tuhan dalam setiap kegiatan
demi kegiatan yang ia lakukan.
“Pak Lukito itu orangnya sangat
tekun sekali dalam hal melayani, dan juga memberkati pastinya. Saya sangat
terinspirasi dari beliau, karena kalau dilihat secara fisik beliau bisa
dikatakan tidak seperti manusia normal yang bisa lebih beraktivitas lebih
banyak, namun yang saya lihat hal itu tidak berlaku untuknya” ujar pak Sahat,
salah satu staff dari gereja GKPB Masa Depan Cerah. Dengan dua tongkat yang
membantunya beraktivitas tidak menjadi masalah baginya dan setiap orang yang
melihatnya. Masih pada hari yang sama
sekitar pukul 11 siang, ia dijadwalkan untuk melayani di salah satu persekutuan
kantor di daerah Thamrin, Jakarta Pusat. Dengan cuaca yang sangat panas terik
ditambah dengan kemacetan Jakarta yang begitu menghambat perjalanannya, ia
tetap dengan semangat yang membara untuk memberikan berkat bagi orang – orang di
tempat ia melayani nantinya. Selama 1 setengah jam ia memberikan khotbah dengan
semangatnya, wajah yang nampak mulai letih tak membuatnya berhenti begitu saja.
Tepat pada pukul setengah 2 ia menyelesaikan khotbah nya, menuruni panggung
dengan perlahan – lahan. Setelah itu, ia memutuskan untuk kembali ke kantor
sebelum kembali kerumahnya. Aktivitas tiada henti bagaikan sebuah rutinitas
seorang Lukito Budihardjo setiap harinya. Sesampainya ia di kantor, ia langsung
memberikan instruksi untuk mengumpulkan semua staffnya untuk meeting yang biasa
mereka namakan sebagai rapat MTV. Memperhatikan dengan seksama setiap laporan
hingga keluhan dari setiap staff, ia tak lupa juga untuk mencatat setiap hal
detail mengenai apa saja yang telah disampaikan dalam rapat tadi untuk sebagai
suatu hal yang dapat dievaluasi dan diperbaiki secepat mungkin.
“Kerja bapak selama ini ya ga sia
– sia. Terbukti dengan masih adanya gereja sampai sekarang, dengan pertumbuhan
yang semakin hari menuju ke arah yang positif. Bapak berhasil” ujar salah
seorang sekretaris gereja. Respon positif dari para staffnya membuktikan bahwa
ia menjalankan tanggung jawabnya sebagai umatNya yang dipercayakan untuk
menggembalakan sebuah gereja, berjalan dengan semestinya. Setelah rapat selesai
dilaksanakan, ia bergegas untuk pulang kerumahnya. Sesampainya ia dirumah,
aktivitas seorang Lukito Budihardjo tidak berhenti sewaktu ia sampai dirumah. Istirahat
sejenak, setelah itu ia langsung mempersiapkan bahan – bahan khotbah untuk
pelayanan selanjutnya. Persiapan yang matang adalah salah satu caranya agar
banyak orang bisa terberkati melaluinya. Setelah mempersiapkan segalanya, ia
melakukan aktivitas olahraga sore. Layaknya manusia normal biasanya, ia berlari
kecil dibantu dengan alat mesin khusus untuknya, dan melakukan sedikit angkat
beban yang telah disesuaikan dengan kemampuannya.
“Tuhan itu baik ya. Walaupun
memiliki kekurangan, papa masih bisa beraktivitas dengan normal” ujar istrinya
dan putra bungsu dari pasangan ini. Tak pernah sedetik pun ia letih, tak pernah
sedetik pun ia goyah, dan tak pernah sedetik pun ia takut. Menurutnya, banyak
orang pada sekarang ini diliputi rasa ketakutan yang besar, rasa keputusasaan,
dan lain – lain. Dasar yang kuat adalah salah satu cara untuk menemukan jati
diri kita yang sebenarnya. Jangan mencari yang tidak ada, melainkan temukan yang
ada dan kembangkan. Tak perlu takut, tak perlu minder, karena Tuhan tak pernah
melihat hal kecil seperti itu. melainkan Tuhan melihat bagaimana melalui hidup
kita, nama Tuhan di per-Muliakan!
“Rasa takut dalam kenyataannya lebih banyak menghambat kita
dalam hidup. Rasa takut akan kegagalan, penolakan, hingga terjatuh dan terjatuh
lagi hanya akan menjadi bentuk kegagalan yang bahkan tidak pernah kita coba
untuk memulai perjuangan itu sendiri. Rasa takut tersebut hanya akan membuat
kita gagal, bahkan gagal sebelum kita mulai berjuang” ujarnya
membacakan sebuah kutipan quotes.
No comments:
Post a Comment