Saturday, 3 June 2017

Keindahan Yang Luntur Pada Gedung Kesenian Tangerang

KEINDAHAN YANG LUNTUR
PADA GEDUNG KESENIAN TANGERANG
(Aleksandra Ekhe Wahyu – 00000008853)


Kondisi Function Hall Gedung Kesenian Tangerang.

 “Aaaaargghh! ggrrr.. yaaaakk!!” sambil memukul-mukul dada dan kepalanya. Lakon salah satu pemain teater Nebula yang berperan sebagai seorang anak autis ini, mampu membuat para penonton tercengang. Di bawah gedung semi outdoor tak beratap utuh dilengkapi dinginnya lantai gedung karena cuaca mendung, ratusan penonton mengkerutkan dahi mereka tanda antusias menonton acara ‘BIGBANG’ dari Teater Nebula.
Acara kecil nan meriah ini diadakan di salah satu gedung yang menjadi tumpuan para seniman di Tangerang. Ya, Gedung Kesenian Tangerang. Berada tak jauh dari keramaian kota tepatnya di depan RSUD Tangerang , Kelapa Indah, Tangerang City, Banten. Tanah seluas satu hektar disiapkan oleh pemerintah untuk dijadikan gedung seni. Di atas tanah  tersebut dibangun tiga buah bangunan, ada function hall berukuran 12 m x 15 m, gedung untuk Dewan Kesenian Kota Tangerang (DKT), dan sekretariat Ikatan Pencak Silat (IPSI) Kota Tangerang. Lahan yang tersisa dijadikan sebagai tempat parkir dan orang berjualan. Gedung Kesenian Tangerang yang selalu menjadi harapan bagi para seniman Tangerang akhirnya dapat berdiri pada tahun 2002.
Namun kini kondisi gedung tersebut sangat miris. Bagian langit-langit function hall sudah banyak yang jebol, tertahan dengan setengah bagian lepas dari kerangkanya, atau bahkan sudah ada yang berjatuhan. Atap yang sedari awal dibangun tidak pernah direnovasi membuat air dikala hujan melanda masuk ke celah-celah genting dan bocor sampai ke dalam function hall. Tidak hanya itu, lantai pun sangat jarang dibersihkan sehingga sampah  daun-daun ataupun buah-buah kecil dari pepohonan berserakan di atas lantai.


“Kadang suka takut kalo mau pasang macem-macem, soalnya udah pada rapuh. Atapnya apalagi, nanti kalo jebol, makin banyak bocornya,” ujar Juki yang juga ikut menjaga gedung.
Tujuan awal dari gedung kesenian ini seakan hilang begitu saja karena kondisi gedung yang sudah tidak memungkinkan. Saat ini, lahan gedung kesenian dipakai untuk lahan parkir motor para pengunjung RSUD. Parkir itu juga masih dikenakan tarif dua ribu rupiah per motor. Lalu, di siang hari kala tidak sedang ada latihan di gedung seni, function hall dipakai para pengunjung RSUD untuk beristirahat, duduk-duduk, makan, bahkan tidur di lantai hall.
Tidak hanya bagian dari function hall saja yang kondisinya memprihatinkan, tapi Kantor DKT juga tiada beda. Dijendela dan pintu kantor, banyak tertempel poster-poster dan sticker-sticker acara kesenian sejak tahun 2010 lalu. Poster dan sticker tersebut tertumpuk tak beraturan. Dari celah-celah kaca bening pintu kantor terlihat kondisi ruangan kantor sangat tidak kondusif. Terdapat sisa-sisa bungkusan makanan, ada juga kasur, kipas angin , dll. Suasana di dalam tidak menunjukkan bahwa itu adalah sebuah ruangan kantor, pantas saja sangat jarang pengurus DKT datang, seperti yang diungkapkan oleh Juki, “orang DKTnya mah jarang datang, angot-angotan,” jelasnya.
Teater Nebula adalah salah satu dari sekian banyak kelompok teater yang sering memakai gedung ini, baik untuk latihan atau pun melakukan suatu pementasan. Sangat disayangkan karena pemerintah tidak mampu menyediakan lahan lain untuk teater-teater yang ada, sehingga mereka terpaksa memakai gedung seni yang bisa dikatakan sudah tidak layak.
“Acara 1 Mei kemarin banyak banget yang dateng, tapi ya apa daya cuma bisa diadain di sini gara-gara gak ada  tempat lagi. Tapi antusias penonton masih tetap meriah kok,” kata Daiman (26), salah satu panitia acara Bigbang. Daiman memiliki sebuah sanggar teater bernama teater seribu yang juga berlatih di gedung seni tersebut.
Daiman menceritakan bahwa sudah banyak prestasi yang berasal dari gedung seni tersebut. Segala macam perlombaan seni di Tangerang mayoritas diadakan di gedung seni. Teater yang Daiman bentuk pernah menjuarai Festival Teater Jakarta pada tahun 2016 lalu.
“Semua awalnya ya dari sini, nongkrong di sini, latihan, pentas. Jadi kalo juara ya pasti asalnya dari sini,” ujarnya.
Sejak usia Daiman 10 tahun, ia sudah bermain di gedung seni kesayangannya tersebut. “Tempat ini ibarat kata tuh udah jadi rumah kedua buat saya,” katanya sambil tersenyum.
Acara yang diadakan kian menumpuk, minat masyarakat Kota Tangerang terhadap seni juga semakin meningkat. Hal ini dibuktikan dengan adanya 38 sanggar teater yang sempat berlatih di gedung seni tersebut. Mereka berlatih sampai ke lahan-lahan parkir karena hall yang ada kurang memadai.
Tidak ada yang bisa diharapkan. Penjaga gedung juga tidak bisa berbuat apa-apa. “Saya di sini menjaga tempat ini ya dengan sukarela, dapetlah sedikit-sedikit dari pak ketu, tapi ya gak pasti juga,” ungkap Juki.
Walau begitu, berbagai cara ditempuh untuk tetap menyelamatkan keberadaan gedung ini. Namun, tanggapan dari pemerintah membuat para seniman kesal serta kehabisan cara.
Pemerintah daerah Kota Tangerang belum pernah datang untuk mengunjungi gedung seni itu. “Selama saya di sini, belum pernah dateng pemerintah. Makanya bingung,” ungkap Daiman, kecewa.
DKT melihat adanya antusias yang tinggi dari para remaja Tangerang terhadap seni dan budaya di kota ini. Dapat dilihat dari jumlah penonton yang hadir saat teater Big Bang lalu, yang diadakan selama tiga hari berturut-turut. “Sangat tidak menyangka kalau akan sebanyak ini yang datang, walaupun tempat yang ada sangat kurang mendukung,” ujar Ketua DKT, Drs. H. Sujarwo.
Tentunya Sujarwo tidak diam saja. Pihak DKT telah mengajukan pembangunan kembali Gedung Kesenian Tangerang terhadap Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Banten. Namun, ajuan itu tetap tersangkut dan tidak ada aksi nyata dari pemerintah. Sujarwo mengaku akan tetap mendukung segala kegiatan seni yang ada dan terus mengembangkannya. “Walaupun harus gotong royong cari dana sana sini, tetap harus didukung kesenian di tempat ini. Ini jadi salah satu wadah juga dan kegiatan positif, kan?” kata Sujarwo.
Dulu, DKT bersama para seniman Tangeran sempat membuat tim pembangunan untuk Gedung Kesenian Tangerang. Tidak bertahan lama dan juga tidak ada arahan yang jelas. Keterbatasan biaya lagi-lagi menjadi pemicu gagalnya tim ini.
Pada Februari 2016, DKT menggelar rapat untuk memutuskan dibongkarnya Gedung Kesenian Tangerang. Kabarnya, Gedung Kesenian Tangerang akan dibongkar dan diluluhlantakan. Lahan gedung ini akan dipakai untuk membantu segala kegiatan RSUD Kota Tangerang. Tapi tidak hanya pembongkaran yang akan terjadi, melainkan DKT mendesak pemerintah untuk segera membangun gedung kesenian baru sebagai gantinya. Kabarnya, gedung itu akan dibangun di depan Pusat Pemerintahan Kota (Puspemkot) Tangerang. Bukan berarti Sujarwo ‘cuci tangan’, ia mengungkapkan bahwa kegiatan seni dan budaya tidak hanya dapat dilakukan pada satu tempat saja, “ya kalau ini sudah tidak layak, mungkin bisa pindah ke tempat lain. Kayak taman-taman baru yang sudah dibuat oleh pemda.” Menurut dirinya dengan begitu tidak ada  yang perlu dikhawatirkan, ketidaktersediaan tempat seharusnya tidak menyurutkan semangat para seniman di Tangerang.
Gedung Kesenian Tangerang yang awalnya dibangun dengan biaya hampir satu milyar rupiah, kini harus menelan kerapuhan kondisi bangunannya. Gedung ini sudah diisukan akan pindah tempat sejak tahun 2015 lalu, namun tak ada aksi pasti dari pemerintah. Tahun 2016 juga sempat terdengar kabar bahwa akan dilakukan renovasi ulang pada gedung seni. Namun, nihil hasilnya. Sampai saat ini, Gedung Kesenian Tangerang masih sama dengan gedung yang pertama kali dibuat dulu. Itu berarti 15 tahun sudah, tidak ada upaya konkrit dari pemerintah dalam mengurus gedung ini.
Ajuan-ajuan yang dikirim oleh DKT, masuk ke bagian pelaporan dan evaluasi dari Disbudpar Banten. Kepala Subbagian (Kasubag) Program, Evaluasi dan Pelaporan Disbudpar Banten, Yedi Rusyadi mengatakan bahwa tidak semudah itu untuk memproses laporan atau ajuan yang ada. “Yang lapor ke kita bukan DKT aja, banyak,” ujar Yedi.
Ternyata pemerintah sudah menyiapkan adanya Taman Budaya atau Taman Seni Tangerang, namun belum ada lahannya. “Kami kan sudah bilang, kalau akan dibangun sebuah taman, cuma belum ada lahannya aja,” jelas Yedi. Tidak hanya sekedar kehabisan lahan kosong, pembangunan taman belum terlaksana karena adanya kendala ekonomi. Alasan yang paling besar adalah soal biaya yang tidak mencukupi untuk pembangunan. Karena banyaknya laporan dan ajuan, maka banyak juga biaya yang harus dikeluarkan untuk membenahi dan memenuhi ajuan tersebut. Yedi lagi-lagi menjelaskan bahwa banyak yang harus dibenahi, jadi satu per satu, karena biaya yang diberikan oleh Pemerintah Kota (pemkot) Tangerang juga tidak banyak.
“Skala prioritas aja, yang mana yang penting ya yang itu kita dahulukan,” ungkapnya. Biaya yang ada sementara ini akan dialokasikan untuk hal lain dibanding memperbaiki ‘rumah kedua’ para seniman Tangerang. Pembangunan homestay dan hotel-hotel ternama kebih diprioritaskan oleh Disbudpar Banten. Pembangunan itu dikatakan lebih berguna untuk meningkatkan aspek pariwisata di Tangerang. Promosi tentang wisata di Banten sedang gencar-gencarnya, agar banyak turis maupun masyarakat yang mau mengunjungi Banten.
“Wisata alam juga perlu banyak dana untuk segera dipercantik lagi, jadi gak cuma gedung seni aja,” jelas Yedi.
Lagi-lagi dinas tidak bisa membantu terkait Gedung Kesenian Tangerang. Mungkin apabila itu terealisasi, entah berapa lama lagi waktu yang diperlukan. Menurut salah satu pengunjung RSUD, Deden, ia cukup nyaman untuk beristirahat di gedung kesenian ini. “Enak yah, di sini kan ada angin-angin gitu, jadi sejuklah, gak panas,” ungkap Deden. Ia juga ikut prihatin melihat kondisi gedung yang sudah compang-camping. Tapi ia juga kagum karena hampir setiap sore, puluhan remaja datang untuk berlatih di gedung ini. “Saya sering lihat itu  pada nari, silat, sama dramaan. Keren sih, anak-anak muda berbakat,” ujar Deden. “Daripada ini gak keurus sih mending dibongkar terus bangun lagi gedung RSUD, kan rumah sakit butuh banyak ruangan,” lanjutnya.
            Segala upaya sudah dilakukan untuk satu-satunya gedung kesenian di Tangerang. DKT, seniman, dan pecinta seni sudah bersatu untuk tetap mempertahankan tempat mereka berkarya. Tangerang telah menghasilkan banyak bibit-bibit seniman dan prestasi seni, kebanyakan tak lain dari berlatih di gedung ini. Gedung ini bukan hanya tempat berkumpul, bukan hanya tempat berlatih, tapi sebuah wadah. Wadah yang mengizinkan para seniman untuk berkarya bagi kotanya tercinta, Tangerang.
“Ya, namanya juga kita rakyat kecil, cuma seniman yang gak ada duitnya. Ada tempat syukur, gak ada ya kita di jalan juga jadi,” ujar Daiman, pasrah. “Gedung dengan sejuta prestasi masa bisa kalah sama gedung sejuta bintang?” lanjutnya.

No comments:

Post a Comment