Friday, 2 June 2017

PANAH KEBUNGKAMAN PASUKAN ORANYE

PANAH KEBUNGKAMAN PASUKAN ORANYE

Maria Mercy Apriani Wungubelen
00000009563



Tak memiliki kekuasaan apapun , Tinah pasrah mengikuti permainan yang dibuat oleh orang di atasnya . Seseorang yang harusnya melindunginya sebagai warga . Yang diinginkannya hanyalah sebuah pekerjaan untuk bertahan hidup .


Jalanan Jakarta pagi itu ramai seperti biasanya . Jalanan yang dilewati kendaraan roda dua, empat, dan enam . Ada juga beberapa pejalan kaki yang melewati jalan itu . Bersama beberapa orang , Tinah , wanita kelahiran 1962 itu duduk termenung di bawah sinar matahari yang sudah mulai menghangat. Secara perlahan ia menoleh ke sebelah kirinya . Di sana terlihat seorang anak muda dengan pakaian casual namun tetap terlihat rapi yang sedari tadi terus melihat jam tangannya . “Sepertinya dia mahasiswa” gumam Tinah. Ia berganti menoleh ke sebelah kanan, di situ terlihat seorang ibu paruh baya dengan bakul besar berisi botol-botol jamu . Orang-orang sibuk dengan urusan mereka masing-masing . Beginilah Tinah menghabiskan paginya setelah beberapa waktu yang lalu ia di pecat dari pekerjaannya sebagai pegawai PSSU (Pasukan Oranye) daerah Senayan.
Setelah cukup lama ia duduk di halte tersebut, Tinah berjalan kaki ke arah pasar. Tinah membeli dua buah ubi. Ubi itu akan direbusnya dan menjadi santapan berbuka puasa nanti sore bersama suaminya , Tohir yang lebih muda 7 tahun darinya . “Alhamdulillah” gumam Tinah . Sudah genap 6 bulan sejak ia dipecat dari pekerjaannya yang telah ia tekuni selama 12 tahun tersebut . Saat ini Tinah harus benar-benar menghemat pengeluaran mereka. Tohir adalah satu-satunya sumber penghasilan rumah tangga mereka saat ini . Bukan hanya masalah berkurangnya pendapatan saja yang membuat Tinah sedih kehilangan pekerjaannya . Namun, karena Tinah adalah seorang wanita pekerja keras, sehingga menganggur dan tidak melakukan apapun sangat membuat Tinah tidak betah . Ia masih berharap bisa bekerja lagi . Sejak ia muda dulu , segala macam pekerjaan kotor dan berat telah ia lakukan . Bahkan ia pernah mengalami kecelakaan kerja pada tahun 1983 , di sebuah pabrik karung tempat ia bekerja. Kecelakan itu harus merenggut 5 jari tangan kanan Tinah . Saat itu ada dua orang yang yang menjadi korban kecelakaan kerja tersebut, yaitu Tinah dan seorang temannya lagi . Tinah mengucap syukur karena baginya , kehilangan 5 jari tangan kanannya itu masih lebih baik . Hal ini dikarenakan teman Tinah yang juga menjadi korban kecelakaan kerja tersebut harus kehilangan satu tangannya . Dikarenakan Tinah waktu itu baru 2 tahun bekerja di pabrik tersebut , ia tidak mau meminta tanggung jawab dari pabrik. Tapi , pabrik tetap mengambil tanggung jawab dengan membiayai seluruh pengobatan rumah sakit untuk kedua pekerjanya .
 Tinah tinggal hanya berdua bersama suaminya Tohir di sebuah kontrakan kecil dekat stasiun kereta api Palmerah . Tinah memiliki seorang putri yang diadopsinya kurang lebih 30 tahun yang lalu . Kala itu Tinah masih tinggal bersama suami pertamanya . Tohir merupakan suami kedua Tinah . Tinah mengadopsi anak perempuan yang diberi nama Ika itu karena tidak tahan melihat penderitaan anak malang itu . Waktu itu Ika sebagai seorang bayi yang polos dan tidak tahu apa-apa , harus menanggung penderitaan akibat ulah kedua orang tua kandungnya . Tinah mengadopsi Ika ketika Ika berumur 6 bulan. Ika menjadi bayi yang sehat dalam perawatan dan kasih sayang orang tua barunya. Bu Tinah memberikan ASI untuk Ika selama 1 tahun 5 bulan . Bagi seorang bayi, ASI merupakan hal terpenting . ASI adalah sumber asupan utama untuk bayi . Ika tumbuh menjadi anak yang sehat dan ceria . Namun , saat Ika menginjak usia 4 tahun , Tinah harus mengalami peristiwa menyakitkan dengan kehilangan sang suami. Tinah bukanlah seorang wanita yang lemah. Ia tidak mau berlama-lama bersedih. Tinah menjadi semakin bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya dan kebutuhan putrinya. Apalagi putrinya kala itu baru masuk Taman Kanak-Kanak tahun pertama. Bekerja keras seorang diri selama 3 tahun, akhirnya Tinah bertemu Tohir yang merupakan rekan kerjanya di PT. Mereka pun mensahkan hubungan mereka menjadi pasangan suami dan istri. Kehadiran Tohir sangat membantu ekonomi keluarganya meski pendapatan mereka berdua sama.
Setelah bekerja keras bertahun-tahun akhirnya Tinah dan Tohir diterima kerja sebagai karyawan anggota Pasukan Putih . Hal ini sangat disyukuri oleh Tinah dan suaminya . Sebab , pendapatan sebagai Pasukan Putih lebih besar dibanding pekerjaan sebelumnya . Gaji perbulan yang didapat Tinah sebagai pekerja Pasukan Putih sebesar Rp 400.000,00 per bulannya . Beberapa tahun kemudian Tinah dan Tohir dipindahkan ke kelompok Pasukan Oranye . Tepatnya pada tahun 2016, PPSU atau yang lebih dikenal dengan Pasukan Oranye ini mulai aktif. Pasukan ini dibentuk untuk menangani berbagai permasalahan yang ada di pemukiman masyarakat. Tugas-tugas Pasukan Oranye antara lain; membersihkan selokan, membetulkan lampu penerangan yang rusak, hingga memangkas pohon agar DKI Jakarta terlihat lebih bersih, rapi, dan indah. Setiap kelurahan ditempatkan 70 anggota Pasukan Oranye. Tinah dan Tohir ditempatkan di Kelurahan Gelora, Senayan, Jakarta Pusat. Gaji yang diperoleh Tinah pun sangat tinggi baginya dibandingkan pendapatan dari pekerjaan-pekerjaan sebelumnya. Kali ini Tinah sebagai anggota Pasukan Oranye digaji sebesar Rp 3.300.000,00 per bulan berdasarkan nilai UMP DKI 2017. Dengan gaji Rp 3.300.000,00 membuat banyak warga yang  melamar untuk bekerja sebagai karyawan PPSU Pasukan Oranye. Bahkan banyak dari mereka yang meninggalkan pekerjaanya seperti hansip hingga pemilik warteg .  Pada Desember 2016 seiring dengan , Lurah Gelora Mediawati membuka pendaftaran untuk periode 2017, baik bagi yang baru maupun bagi pegawai lama. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, pendaftaran kali ini jauh lebih sulit. Para pendaftar harus melewati berbagai macam tes seperti tes administrasi, tes akademik, tes wawancara, tes psikotes, dan tes kesehatan. “Bersihin got kok pake tes akademik, wawancara segala” ungkap seorang pegawai Pasukan Oranye yang waktu itu sedang istirahat makan siang di sebuah warteg. Tinah dan Tohir yang tidak pernah menginjak halaman sekolah ini pun bingung, apa yang harus mereka lakukan .
 Tinah dan Tohir tidak lolos pada tes pertama mereka yaitu , tes administrasi . Hal ini disebabkan oleh pasangan suami istri ini tidak memiliki ijazah dan tidak bisa membaca dan menulis. Tinah dan Tohir sangat terluka mengetahui kenyataan bahwa mereka diberhentikan . Tinah mengisi hari-harinya sebagai pengangguran dengan duduk–duduk di trotoar maupun halte . Dengan pakaian hansip hijaunya ia duduk termenung diam tak melakukan apapun . Hal ini menarik perhatian masyarakat yang melewatinya . Hingga suatu ketika seorang wartawan Kompas menyampirinya dan mengajak Tinah berbincang . Tinah menceritakan apa yang ia alami secara keseluruhan . Ternyata kisah Tinah ini pun dimuat di Kompas . Tak lama setelah itu semakin banyak wartawan-wartawan dari berbagai macam media mulai dari cetak, TV, online , dan radio mendatangi Tinah dan mewawancarainya . Tinah pun menjadi bahan perbincangan dan menarik banyak perhatian masyarakat . Berbagai macam bantuan dan sumbangan datang kepadanya . Sebagian besar bantuan tersebut berupa pakaian karena,di berita manapun, dan hampir di setiap foto, Tinah selalu mengenakan baju hansip yang entah didapatnya darimana. Pakaian-pakaian yang masih terbungkus rapi didalam kantung plastic itu disimpannya di dalam kamar kontrakannya dan tidak ia sentuh sama sekali. Ia tetap setiap mengenakan baju hansip hijaunya. “Ini orang-orang kenapa kasih saya baju? Saya mah ga butuh baju, saya butuh kerja” ungkap Tinah sembari memandangi tumpukan baju sumbangan yang ada di kamarnya.
Dengan viralnya Tinah, Kelurahan Gelora tempat ia bekerja juga menjadi viral. Lurah Gelora, Mediawati juga dicari dan diwawancarai oleh para jurnalis. Pertanyaan yang paling sering diajukan pada Mediawati adalah alasan Tinah di pecat. Tinah dan Tohir ditawari untuk memasukan lamaran lagi . Tinah dan Tohir harus mengurus beberapa administrasi dan harus mengirim email . Tinah yang buta huruf dan tidak tahu menahu mengenai email itu pun bertanya pada temannya. “ Email mah gampang, Cuma modal kuota doang ” seperti itulah jawaban yang diterima Tinah . Namun , kenyataan berkata lain. Ketika Tinah memintai seorang kenalan untuk mengirimkan email , Tinah dan Tohir harus membayar Rp 300.000,00 per email . Tinah tidak bisa menolak , ia benar-benar ingin bekerja lagi. Tinah dan Tohir juga disuruh menggunakan pakaian dan sepatu yang rapi dan bagus . Tinah dan Tohir diharuskan menggunakan dresscode putih hitam oleh kelurahan. Tinah dan Tohir pun mengeluarkan uang mereka lagi untuk membeli pakaian yang ditentukan oleh kelurahan . Pada hari pengumuman , ternyata Tinah tidak lolos . Hanya suaminya Tohir yang diterima .Tohir diterima bekerja lagi dengan pertimbangan bahwa, Tohir sebagai kepala keluarga yang akan menafkahi keluarganya. Beban Tinah sedikit berkurang , karena setidaknya salah satu dari mereka harus bekerja untuk kelangsungan hidup mereka. Meskipun Tinah masih sedih dengan pemberhentiannya dari Pasukan Oranye. “Setau saya dulu pernah dibilang sama wakil lurah tuh, katanya ga butuh ijazah kalau mau jadi anggota Pasukan Oranye. Yang dibutuhin tuh cuma surat pengalaman kerja” curhat Tinah.  “Lagian saya kan udah kerja 12 tahun disitu , saya juga ga pernah bolos kerja. Saya selalu hadir. Setidaknya kasih saya tunjangan apa kek” lanjutnya sambil berurai air mata. Tinah selalu meneteskan air matanya setiap kali ia menceritakan nasibnya.

Sore itu , Tinah sedang duduk bersama beberapa temannya. Kemudian seorang temannya datang dan menceritakan sesuatu yang membuat Tinah geram. Temannya bercerita mengenai beberapa orang yang menyogok agar bisa lolos seleksi Pasukan Oranye Kelurahan Gelora. Dengan gaji Rp 3.000.000,00 ada beberapa orang yang rela menyogok agar bisa bekerja sebagai PPSU Pasukan Oranye. Menurut yang Tinah dengar dari temannya yang juga merupakan pekerja PPSU Pasukan Oranye itu, jumlah uang sogokan yang diberikan sebesar Rp 800.000,00 per orang. Tinah semakin kecewa mendengar kabar ini . Namun, apalah daya Tinah yang tidak memiliki kekuasaan apapun . Ia tidak dapat melakukan apa-apa dan hanya pasrah pada nasib . 

No comments:

Post a Comment