Dari yang
Terlantar, Dicintai dan
Berharga
Oleh: Vinsensia Pintaria
NIM: 00000010421
Seorang
nenek duduk di samping kamarnya sambil mengangkat satu kakinya – ingin
membersihkan kuku-kuku kakinya yang kotor dan tidak secerah dulu. Oma Linda –
merupakan seorang nenek yang di masa remajanya memiliki masa yang cukup kelam.
Di umurnya yang masih belia yaitu 16 tahun ia terpaksa menikah (dijodohkan)
dengan seorang kakek berumur 60 tahun oleh orang tuanya. Perjodohan itu
dilakukan karena menganggap bahwa suaminya dapat memenuhi kebutuhan Linda
dengan layak karena beliau merupakan seorang pria yang mapan. Sekitar lima
tahun kemudian, suami Oma Linda meninggal – dan semua hartanya diberikan kepada
istirnya, Oma Linda. Karena di kehidupan pernikahan mereka tidak dikarunia oleh
buah hati, seorang saudara dari Oma Linda memberikannya seorang anak yang kemudian
diangkat menjadi anaknya. Oma Linda sangat menyayangi dan merawat anak tersebut
dengan sangat baik. Namun, seiring perjalanan waktu anak itu tumbuh dan berkembang,
anak tersebut perlahan-lahan menjadi seorang anak yang nakal dan bahkan menjadi
seorang pecandu narkoba. Akibat ulahnya yang sudah berlebihan, Oma Linda harus
menjual rumah yang merupakan peninggalan dari mendiang suami dan dengan sisa
uang yang ada, ia gunakan untuk membeli sebuah kontrakan kecil. Tidak sampai
disitu saja, Linda juga ditelantarkan oleh anaknya tersebut dan hidup sebatang
kara dalam kurun waktu bertahun-tahun lamanya – hingga akhirnya seorang jemaat
yang mengetahui kejadian itu melapor pada Eric – yang merupakan salah satu
pengelola Panti Asuhan dan Panti Jompo Kemah Beth Shalom ini.
Panti
Asuhan dan Panti Wreda Kemah Beth Shalom merupakan sebuah panti yang sudah
berdiri sejak Mei 2013 lalu. Panti ini terletak di Jl. Buntu, Kp. Ciater RT 02 RW 01 Kel.
Rawa Mekar Jaya Kec. Serpong, Tangerang Selatan Banten, Indonesia.
Tempat ini dibangun diatas tanah kosong seluas 2,5 hektar
yang terbengkalai dan merupakan tanah kepemilikan oleh salah satu jemaat Gereja
Bethel Indonesia (GBI) – yang berbaik hati memberikan tanah tersebut tanpa
meminta uang sepeser pun. Penyerahan untuk mendirikan panti ini dilakukan tepat
setelah gereja (GBI) berumur 9 bulan 10 hari dibangun. Selain itu, panti ini
juga dipelopori dan didukung oleh Yayasan Gereja Bethel Indonesia (GBI) yang
terletak di BSD, Tangerang dan dikelola oleh tiga orang jemaat yang bersedia
untuk menjadi pengelola yaitu Pak Eric, Bu Hana, dan Bu Ayen.
Awal mulanya, banyak hambatan yang terjadi ketika melakukan
pembangunan panti ini oleh warga setempat yang menggunakan alasan karena adanya
perbedaan kepercayaan. Bahkan situasi semakin panas dan mereka berkali-kali
melakukan aksi demo akibat mendengar isu dari salah satu pihak yang mengatakan
bahwa mereka (pihak panti) akan menggunakan tanah itu untuk membangun gereja,
padahal hal tersebut tidaklah benar. Warga juga sempat melibatkan para preman
untuk turun tangan menyelesaikan masalah tersebut sehingga dari pihak panti pun
harus melakukan negosiasi dengan warga sekitar yaitu dengan membagi tanah
secara “gratis” untuk warga yang ingin membangun tempat tinggal. Negosiasi itu
pun di sepakati oleh warga setempat.
Namun, seiring perkembangan waktu, warga yang dulunya sangat
menentang dan terhasut oleh isu-isu mengenai akan adanya pembangunan gereja
akhirnya menyadari bahwa bangunan yang sekarang berdiri kokoh di hadapan mereka
tersebut merupakan sebuah bangunan panti asuhan dan panti jompo – yang pernah
dijanjikan di awal pembangunan. Dan sekarang warga setempat malah sangat
menerima bangunan tersebut karena tahu bahwa tempat itu menerima orang-orang
yang ditelantarkan dan membutuhkan dari berbagai kalangan dan latar belakang,
sehingga mereka sekarang hidup berdampingan dengan damai dan tentram.
Panti Asuhan
dan Panti Jompo Kemah Beth Shalom ini dihuni oleh 15 anak yang berumur sekitar
5 hingga 18 tahun yang berasal dari daerah Palembang, Jawa, dan Kalimantan
Barat (Suku Dayak) dan 11 orang tua yang termasuk dalam golongan lansia (60-87
tahun) yang mayoritasnya berasal dari Pulau Jawa.
Di dalam
gedung Kemah Beth Shalom sendiri terdapat sekitar delapan kamar untuk para orang tua dan delapan kamar untuk anak-anak, kamar mandi, satu kantor untuk menerima tamu dan pengelola,
dan satu ruang makan yang berbentuk seperti pondok kecil yang berdekatan dengan perkebunan sayur dan kolam ikan organik.
Fasilitas
ruang kamar untuk beristirahat yang diberikan tidak cukup besar namun cukup
untuk dua orang dengan luas 3 x 3 meter persegi (m2) ditambah dua kasur single, satu kipas angin, dan satu
lemari berukuran sedang (medium) yang diatasnya terdapat sebuah kardus sebagai
tempat penyimpanan barang membuat kamar-kamar tersebut tidak terasa
menyesakkan. Bahkan, Oma Nio dan Oma Minah mengatakan udara di kamar tersebut
cukup dingin jika jendela dibuka. Selain spesifikasi kamar, terlihat berbagai
pernak-pernik atau cinderamata dari orang-orang yang berkunjung. Ada bantal,
bingkai foto, kacamata, dan boneka ikan Nemo yang tergantung di dinding. “Ini
kemarin ada anak UMN yang suruh saya jadi model. Foto jadi ini…” kata Oma Minah
tersenyum sambil menunjukkan sebuah bingkai foto yang dihiasi oleh
pernak-pernik dan berisi potret dirinya.
“Iya, itu sampe kecapean Oma nya. Bahkan ada yang sampe
nunggu dari pagi. Kasian sakit semua badannya.” tambah Bu Hana yang kebetulan
ada di sana sekalian hendak mengecek keadaan Oma Minah.
Kondisi kamar mandi pun terbilang bersih, namun lantai yang
memakai keramik lantai biasa (bukan yang khusus kamar mandi) membuat para oma
dan opa disana harus lebih berhati-hati karena licin setelah mandi. “Iya,
kemarin (Oma) Linda jatuh tuh. Abis mandi dia kepleset. Untung gapapa.” kata
Oma Minah dengan logat Jawanya yang masih terdengar.
Sedangkan, ruang makan dan tempat masak berada di luar gedung
dan berbentuk pondok sederhana yang terbuat dari bambu dan kayu. Namun, untuk
tempat memasak, kondisinya lebih tertutup karena memiliki satu pintu depan dan
belakang dan kondisinya bersih.
Di samping kanan pondok terdapat dua kolam ikan organik
dengan ukuran 1.5 x 1.5 meter persegi (m
yang di samping kolam tersebut terdapat dua
gubuk kecil tempat anak-anak berkumpul dan belajar.
Dan di sebelah kiri pondok tersebut terdapat perkebunan sayur
organik yang luas. Dan di sana terdapat berbagai macam sayuran seperti
kangkung, bayam, jagung manis, dll. Hasil dari perkebunan tersebut biasanya
dijual dan untuk konsumsi sendiri. Pembeli yang berminat pun biasanya merupakan
para tamu yang datang berkunjung atau dari pihak panti sendiri menjual ke agen-agen
atau toko sayuran organik, seperti “Green Fresh”. Pak Eric menambahkan bahwa
mereka sempat bekerja sama dengan agen jagung manis “Daily Fresh” yang
keuntungannya digunakan untuk membantu dana panti sendiri, namun dari pihak
“Daily Fresh” memutuskan hubungan kerjasamanya dengan Kemah Beth Shalom dengan
alasan yang kurang jelas.
Meskipun berada di panti dan jauh dari orang tua maupun
keluarga, anak-anak tetap mendapat fasilitas yang cukup dan mereka diberikan
hak untuk bersekolah di sekolah maupun universitas swasta yang sesuai dengan
kemampuan anak. Pihak panti akan membiayai
pendidikan anak-anak maksimum hingga jenjang S1. Ada beberapa dari
mereka yang bersekolah di TK dan SD Lilin Terang, SMP dan SMA Waskito.
Sedangkan, untuk yang duduk di perguruan tinggi yaitu di Universitas Pamulang,
Universitas Guna Dharma, dan Universitas Kristen Indonesia (UKI).
Cindy (14), mengatakan bahwa setiap minggunya anak-anak
diberikan uang sebesar Rp 70.000,00 (tujuh puluh ribu) setiap minggunya. “tiga
puluh ribu untuk ongkos dan empat puluh ribu untuk jajan, ci kalo tiap
minggunya dikasih dari panti.”
Menurut Pak Eric, biaya yang diperlukan untuk keseluruhannya
adalah sekitar Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) untuk tiap bulannya.
Dana yang diperoleh tersebut merupakan sumbangan tetap dari gereja dan jemaat
GBI, Sekolah Minggu, Departmen “Youth”, orang-orang yang tergerak hatinya, dan
beberapa organisasi sosial yang datang berkunjung.
Dana
tersebut digunakan untuk biaya makanan dan minuman, vitamin dan obat-obatan, biaya sekolah dan jajan anak-anak, upah
pengurus panti (yang terdiri dari 2 pengurus, 3 tukang kebun, dan 1 tukang
masak), biaya listrik dan air setiap bulan, biaya asuransi, dan biaya tak
terduga. “Biasanya orang tua lebih banyak memerlukan biaya untuk obat-obatan
seperti obat gula, obat maag, dan obat kalo demam. Kadang kalo ada pengunjung
yang nanya mau apa, kita sebutin obat-obatan. Soalnya itu sangat diperlukan.”
kata Pak Eric.
Selain itu,
Kemah Beth Shalom juga memiliki kriteria dalam memilih calon penghuni karena mereka
masih butuh peningkatan tenaga kerja untuk dapat melakukannya. Hal ini tidak
ada sangkut pautnya dengan kepercayaan, kebudayaan, etnis, dll melainkan
kriteria umum yang juga dimiliki oleh (mungkin) beberapa panti asuhan dan panti
jompo lainnya, seperti setiap calon penghuni harus di cek terlebih dahulu
kesehatannya agar dapat mengetahui apakah ada penyakit berat maupun penyakit
menular. Jika calon penghuni memiliki penyakit yang berat maka masih tetap
diperbolehkan, sedangkan yang memiliki penyakit menular kemungkinan akan
disediakan ruangan sendiri agar penyakit yang diidap tidak menyebar ke
penghuni-penghuni lainnya.
Setiap
penghuni juga diberikan asuransi BPJS untuk mengantipasi sesuatu yang
insidental dan krusial terjadi. “Kalo ada BPJS lebih mudah. Kalo ada yang
gawat, pengurus atau anak-anak yang punya hape bisa langsung hubungi saya atau
rumah sakit terdekat. Kan rumah saya juga dekat dari sini.” tambah Pak Eric.
Jika ada
salah satu penghuni yang meninggal, Pak Eric mengatakan bahwa pihak panti akan
mencoba untuk menghubungi keluarga almarhum (jika masih memiliki keluarga dan
memiliki kontak untuk dihubungi). Jika dari pihak keluarga almarhum tidak dapat
menghadiri pemakaman atau memang almarhum yang tidak memiliki keluarga, maka pihak
yayasan dan panti akan bertanggungjawab penuh terhadap prosesi pemakaman
jenazah. Pak Eric juga menambahkan, seharusnya para penghuni harus berinteraksi
dengan keluarganya maksimal tiga bulan sekali. Tapi, ketidakpedulian keluarga
terhadap seseorang yang seharusnya begitu sangat berharga bagi dirinya mereka
hanya merelakan waktu mereka 6 bulan sekali untuk berkunjung. Dan untungnya,
belum ada kasus dari para penghuni jika mereka dianiaya sebelum dibawa ke panti
ini.
Oma Minah (76) merupaka Oma yang berasal dari Cirebon. Ia
ditinggalkan oleh keluarganya di Kemah Beth Shalom ini dari awal panti ini
didirikan. Ia berkata sangat bahagia karena masih ada yang mau menerimanya,
namun terkadang beliau merasa sedih karena terkadang melihat salah satu
penghuni yang dikunjungi oleh keluarganya. Padahal, ia memiliki banyak anak dan
cucu (9 anak dan 12 cucu) dan dua di antaranya ada di Jakarta namun tidak
pernah satu pun dari mereka yang mau datang atau menjenguk Oma Minah. “Saya
anak banyak, cucu banyak. Dua ada disini. Tapi selama saya di sini, ga ada
satupun yang mau jenguk saya.” lirih Oma Minah sambil mencari sesuatu di
lemari. Ada rasa pedih di hati yang membuat mata meneteskan air dari
pelupuknya. Kenapa ada anak yang tega meninggalkan orang tua mereka dan bahkan
mengunjunginya pun tidak?
Aktivitas
yang menjadi kewajiban para penghuni panti Kemah Beth Shalom ini adalah doa
bersama dari pukul 19.00 WIB (pukul 7 malam). Ibadah doa tersebut dilakukan
sebelum waktu menjelang tidur dan dipimpin atau yang disebut sebagai “Worship
Leader” oleh nama anak-anak yang sudah tertera di jadwal dan bergantian. “Tiap
hari beda kok, ci tergantung jadwal.” kata Dina.
Selain itu,
mereka juga melakukan kerja bakti sore pada pukul 16.00 WIB (pukul 4 sore).
Kerja bakti ini dilakukan oleh semua penghuni dan bahkan pengurus panti. Dan,
adanya senam pagi yang rutin dilakukan setiap jam 7.00 pagi. Senam pagi ini
bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan kebahagiaan bagi para penghuni Kemah
Beth Shalom.
Sempat terpikir kenapa tanah kosong seluas itu dan diberikan
secara “cuma-cuma” malah dijadikan untuk membuat panti asuhan dan panti jompo.
Ternyata visi dan misi dari gereja yang menaungi tempat ini yaitu berkeinginan
untuk membuat suatu dampak yang dapat membantu kaum marjinal (janda-janda,
panti jompo, dan panti asuhan). Dan mereka pun menuliskan sebuah ayat dari
Alkitab yang menjadi semboyan mereka yaitu, “Mari, hai kamu yang
diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak
dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku
haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku
tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit,
kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku.” (Matius
25:34-36).
Dokumentasi:
Foto bersama penghuni panti asuhan
Kenia (8 tahun) dan Veli (5 tahun)
Ibu Hana (pengelola Panti Asuhan dan Panti Jompo Kemah Beth Shalom)
mengecek kesehatan Oma Nio yang terkena hipertensi
Foto bersama para pengelola (Pak Eric, Ibu Ayen, dan Ibu Hana)
dan ditambah Ibu Saranita - seorang psikolog (paling kanan)
Foto bersama oma-oma cantik nan gagah :)
No comments:
Post a Comment