Wednesday, 31 May 2017

Dari yang Terlantar, Dicintai dan Berharga

Dari yang Terlantar, Dicintai dan Berharga
Oleh: Vinsensia Pintaria

NIM: 00000010421

Seorang nenek duduk di samping kamarnya sambil mengangkat satu kakinya – ingin membersihkan kuku-kuku kakinya yang kotor dan tidak secerah dulu. Oma Linda – merupakan seorang nenek yang di masa remajanya memiliki masa yang cukup kelam. Di umurnya yang masih belia yaitu 16 tahun ia terpaksa menikah (dijodohkan) dengan seorang kakek berumur 60 tahun oleh orang tuanya. Perjodohan itu dilakukan karena menganggap bahwa suaminya dapat memenuhi kebutuhan Linda dengan layak karena beliau merupakan seorang pria yang mapan. Sekitar lima tahun kemudian, suami Oma Linda meninggal – dan semua hartanya diberikan kepada istirnya, Oma Linda. Karena di kehidupan pernikahan mereka tidak dikarunia oleh buah hati, seorang saudara dari Oma Linda  memberikannya seorang anak yang kemudian diangkat menjadi anaknya. Oma Linda sangat menyayangi dan merawat anak tersebut dengan sangat baik. Namun, seiring perjalanan waktu anak itu tumbuh dan berkembang, anak tersebut perlahan-lahan menjadi seorang anak yang nakal dan bahkan menjadi seorang pecandu narkoba. Akibat ulahnya yang sudah berlebihan, Oma Linda harus menjual rumah yang merupakan peninggalan dari mendiang suami dan dengan sisa uang yang ada, ia gunakan untuk membeli sebuah kontrakan kecil. Tidak sampai disitu saja, Linda juga ditelantarkan oleh anaknya tersebut dan hidup sebatang kara dalam kurun waktu bertahun-tahun lamanya – hingga akhirnya seorang jemaat yang mengetahui kejadian itu melapor pada Eric – yang merupakan salah satu pengelola Panti Asuhan dan Panti Jompo Kemah Beth Shalom ini.

Panti Asuhan dan Panti Wreda Kemah Beth Shalom merupakan sebuah panti yang sudah berdiri sejak Mei 2013 lalu. Panti ini terletak di Jl. Buntu, Kp. Ciater RT 02 RW 01 Kel. Rawa Mekar Jaya Kec. Serpong, Tangerang Selatan Banten, Indonesia.
Tempat ini dibangun diatas tanah kosong seluas 2,5 hektar yang terbengkalai dan merupakan tanah kepemilikan oleh salah satu jemaat Gereja Bethel Indonesia (GBI) – yang berbaik hati memberikan tanah tersebut tanpa meminta uang sepeser pun. Penyerahan untuk mendirikan panti ini dilakukan tepat setelah gereja (GBI) berumur 9 bulan 10 hari dibangun. Selain itu, panti ini juga dipelopori dan didukung oleh Yayasan Gereja Bethel Indonesia (GBI) yang terletak di BSD, Tangerang dan dikelola oleh tiga orang jemaat yang bersedia untuk menjadi pengelola yaitu Pak Eric, Bu Hana, dan Bu Ayen.
Awal mulanya, banyak hambatan yang terjadi ketika melakukan pembangunan panti ini oleh warga setempat yang menggunakan alasan karena adanya perbedaan kepercayaan. Bahkan situasi semakin panas dan mereka berkali-kali melakukan aksi demo akibat mendengar isu dari salah satu pihak yang mengatakan bahwa mereka (pihak panti) akan menggunakan tanah itu untuk membangun gereja, padahal hal tersebut tidaklah benar. Warga juga sempat melibatkan para preman untuk turun tangan menyelesaikan masalah tersebut sehingga dari pihak panti pun harus melakukan negosiasi dengan warga sekitar yaitu dengan membagi tanah secara “gratis” untuk warga yang ingin membangun tempat tinggal. Negosiasi itu pun di sepakati oleh warga setempat.
Namun, seiring perkembangan waktu, warga yang dulunya sangat menentang dan terhasut oleh isu-isu mengenai akan adanya pembangunan gereja akhirnya menyadari bahwa bangunan yang sekarang berdiri kokoh di hadapan mereka tersebut merupakan sebuah bangunan panti asuhan dan panti jompo – yang pernah dijanjikan di awal pembangunan. Dan sekarang warga setempat malah sangat menerima bangunan tersebut karena tahu bahwa tempat itu menerima orang-orang yang ditelantarkan dan membutuhkan dari berbagai kalangan dan latar belakang, sehingga mereka sekarang hidup berdampingan dengan damai dan tentram.
            Panti Asuhan dan Panti Jompo Kemah Beth Shalom ini dihuni oleh 15 anak yang berumur sekitar 5 hingga 18 tahun yang berasal dari daerah Palembang, Jawa, dan Kalimantan Barat (Suku Dayak) dan 11 orang tua yang termasuk dalam golongan lansia (60-87 tahun) yang mayoritasnya berasal dari Pulau Jawa.
            Di dalam gedung Kemah Beth Shalom sendiri terdapat sekitar delapan kamar untuk para orang tua dan delapan kamar untuk anak-anak, kamar mandi, satu kantor untuk menerima tamu dan pengelola, dan satu ruang makan yang berbentuk seperti pondok kecil yang berdekatan dengan perkebunan sayur dan kolam ikan organik.
            Fasilitas ruang kamar untuk beristirahat yang diberikan tidak cukup besar namun cukup untuk dua orang dengan luas 3 x 3 meter persegi (m2) ditambah dua kasur single, satu kipas angin, dan satu lemari berukuran sedang (medium) yang diatasnya terdapat sebuah kardus sebagai tempat penyimpanan barang membuat kamar-kamar tersebut tidak terasa menyesakkan. Bahkan, Oma Nio dan Oma Minah mengatakan udara di kamar tersebut cukup dingin jika jendela dibuka. Selain spesifikasi kamar, terlihat berbagai pernak-pernik atau cinderamata dari orang-orang yang berkunjung. Ada bantal, bingkai foto, kacamata, dan boneka ikan Nemo yang tergantung di dinding. “Ini kemarin ada anak UMN yang suruh saya jadi model. Foto jadi ini…” kata Oma Minah tersenyum sambil menunjukkan sebuah bingkai foto yang dihiasi oleh pernak-pernik dan berisi potret dirinya.
“Iya, itu sampe kecapean Oma nya. Bahkan ada yang sampe nunggu dari pagi. Kasian sakit semua badannya.” tambah Bu Hana yang kebetulan ada di sana sekalian hendak mengecek keadaan Oma Minah.
Kondisi kamar mandi pun terbilang bersih, namun lantai yang memakai keramik lantai biasa (bukan yang khusus kamar mandi) membuat para oma dan opa disana harus lebih berhati-hati karena licin setelah mandi. “Iya, kemarin (Oma) Linda jatuh tuh. Abis mandi dia kepleset. Untung gapapa.” kata Oma Minah dengan logat Jawanya yang masih terdengar.
Sedangkan, ruang makan dan tempat masak berada di luar gedung dan berbentuk pondok sederhana yang terbuat dari bambu dan kayu. Namun, untuk tempat memasak, kondisinya lebih tertutup karena memiliki satu pintu depan dan belakang dan kondisinya bersih.
Di samping kanan pondok terdapat dua kolam ikan organik dengan ukuran 1.5 x 1.5 meter persegi (m  yang di samping kolam tersebut terdapat dua gubuk kecil tempat anak-anak berkumpul dan belajar.
Dan di sebelah kiri pondok tersebut terdapat perkebunan sayur organik yang luas. Dan di sana terdapat berbagai macam sayuran seperti kangkung, bayam, jagung manis, dll. Hasil dari perkebunan tersebut biasanya dijual dan untuk konsumsi sendiri. Pembeli yang berminat pun biasanya merupakan para tamu yang datang berkunjung atau dari pihak panti sendiri menjual ke agen-agen atau toko sayuran organik, seperti “Green Fresh”. Pak Eric menambahkan bahwa mereka sempat bekerja sama dengan agen jagung manis “Daily Fresh” yang keuntungannya digunakan untuk membantu dana panti sendiri, namun dari pihak “Daily Fresh” memutuskan hubungan kerjasamanya dengan Kemah Beth Shalom dengan alasan yang kurang jelas.
Meskipun berada di panti dan jauh dari orang tua maupun keluarga, anak-anak tetap mendapat fasilitas yang cukup dan mereka diberikan hak untuk bersekolah di sekolah maupun universitas swasta yang sesuai dengan kemampuan anak. Pihak panti akan membiayai  pendidikan anak-anak maksimum hingga jenjang S1. Ada beberapa dari mereka yang bersekolah di TK dan SD Lilin Terang, SMP dan SMA Waskito. Sedangkan, untuk yang duduk di perguruan tinggi yaitu di Universitas Pamulang, Universitas Guna Dharma, dan Universitas Kristen Indonesia (UKI).
Cindy (14), mengatakan bahwa setiap minggunya anak-anak diberikan uang sebesar Rp 70.000,00 (tujuh puluh ribu) setiap minggunya. “tiga puluh ribu untuk ongkos dan empat puluh ribu untuk jajan, ci kalo tiap minggunya dikasih dari panti.”
Menurut Pak Eric, biaya yang diperlukan untuk keseluruhannya adalah sekitar Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) untuk tiap bulannya. Dana yang diperoleh tersebut merupakan sumbangan tetap dari gereja dan jemaat GBI, Sekolah Minggu, Departmen “Youth”, orang-orang yang tergerak hatinya, dan beberapa organisasi sosial yang datang berkunjung.
            Dana tersebut digunakan untuk biaya makanan dan minuman, vitamin dan obat-obatan,  biaya sekolah dan jajan anak-anak, upah pengurus panti (yang terdiri dari 2 pengurus, 3 tukang kebun, dan 1 tukang masak), biaya listrik dan air setiap bulan, biaya asuransi, dan biaya tak terduga. “Biasanya orang tua lebih banyak memerlukan biaya untuk obat-obatan seperti obat gula, obat maag, dan obat kalo demam. Kadang kalo ada pengunjung yang nanya mau apa, kita sebutin obat-obatan. Soalnya itu sangat diperlukan.” kata Pak Eric.
            Selain itu, Kemah Beth Shalom juga memiliki kriteria  dalam memilih calon penghuni karena mereka masih butuh peningkatan tenaga kerja untuk dapat melakukannya. Hal ini tidak ada sangkut pautnya dengan kepercayaan, kebudayaan, etnis, dll melainkan kriteria umum yang juga dimiliki oleh (mungkin) beberapa panti asuhan dan panti jompo lainnya, seperti setiap calon penghuni harus di cek terlebih dahulu kesehatannya agar dapat mengetahui apakah ada penyakit berat maupun penyakit menular. Jika calon penghuni memiliki penyakit yang berat maka masih tetap diperbolehkan, sedangkan yang memiliki penyakit menular kemungkinan akan disediakan ruangan sendiri agar penyakit yang diidap tidak menyebar ke penghuni-penghuni lainnya.
            Setiap penghuni juga diberikan asuransi BPJS untuk mengantipasi sesuatu yang insidental dan krusial terjadi. “Kalo ada BPJS lebih mudah. Kalo ada yang gawat, pengurus atau anak-anak yang punya hape bisa langsung hubungi saya atau rumah sakit terdekat. Kan rumah saya juga dekat dari sini.” tambah Pak Eric.
            Jika ada salah satu penghuni yang meninggal, Pak Eric mengatakan bahwa pihak panti akan mencoba untuk menghubungi keluarga almarhum (jika masih memiliki keluarga dan memiliki kontak untuk dihubungi). Jika dari pihak keluarga almarhum tidak dapat menghadiri pemakaman atau memang almarhum yang tidak memiliki keluarga, maka pihak yayasan dan panti akan bertanggungjawab penuh terhadap prosesi pemakaman jenazah. Pak Eric juga menambahkan, seharusnya para penghuni harus berinteraksi dengan keluarganya maksimal tiga bulan sekali. Tapi, ketidakpedulian keluarga terhadap seseorang yang seharusnya begitu sangat berharga bagi dirinya mereka hanya merelakan waktu mereka 6 bulan sekali untuk berkunjung. Dan untungnya, belum ada kasus dari para penghuni jika mereka dianiaya sebelum dibawa ke panti ini.
Oma Minah (76) merupaka Oma yang berasal dari Cirebon. Ia ditinggalkan oleh keluarganya di Kemah Beth Shalom ini dari awal panti ini didirikan. Ia berkata sangat bahagia karena masih ada yang mau menerimanya, namun terkadang beliau merasa sedih karena terkadang melihat salah satu penghuni yang dikunjungi oleh keluarganya. Padahal, ia memiliki banyak anak dan cucu (9 anak dan 12 cucu) dan dua di antaranya ada di Jakarta namun tidak pernah satu pun dari mereka yang mau datang atau menjenguk Oma Minah. “Saya anak banyak, cucu banyak. Dua ada disini. Tapi selama saya di sini, ga ada satupun yang mau jenguk saya.” lirih Oma Minah sambil mencari sesuatu di lemari. Ada rasa pedih di hati yang membuat mata meneteskan air dari pelupuknya. Kenapa ada anak yang tega meninggalkan orang tua mereka dan bahkan mengunjunginya pun tidak?
            Aktivitas yang menjadi kewajiban para penghuni panti Kemah Beth Shalom ini adalah doa bersama dari pukul 19.00 WIB (pukul 7 malam). Ibadah doa tersebut dilakukan sebelum waktu menjelang tidur dan dipimpin atau yang disebut sebagai “Worship Leader” oleh nama anak-anak yang sudah tertera di jadwal dan bergantian. “Tiap hari beda kok, ci tergantung jadwal.” kata Dina.
            Selain itu, mereka juga melakukan kerja bakti sore pada pukul 16.00 WIB (pukul 4 sore). Kerja bakti ini dilakukan oleh semua penghuni dan bahkan pengurus panti. Dan, adanya senam pagi yang rutin dilakukan setiap jam 7.00 pagi. Senam pagi ini bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan kebahagiaan bagi para penghuni Kemah Beth Shalom.
Sempat terpikir kenapa tanah kosong seluas itu dan diberikan secara “cuma-cuma” malah dijadikan untuk membuat panti asuhan dan panti jompo. Ternyata visi dan misi dari gereja yang menaungi tempat ini yaitu berkeinginan untuk membuat suatu dampak yang dapat membantu kaum marjinal (janda-janda, panti jompo, dan panti asuhan). Dan mereka pun menuliskan sebuah ayat dari Alkitab yang menjadi semboyan mereka yaitu, “Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku.” (Matius 25:34-36).

Dokumentasi:


Foto bersama penghuni panti asuhan
Kenia (8 tahun) dan Veli (5 tahun) 


Ibu Hana (pengelola Panti Asuhan dan Panti Jompo Kemah Beth Shalom) 
mengecek kesehatan Oma Nio yang terkena hipertensi


Foto bersama para pengelola (Pak Eric, Ibu Ayen, dan Ibu Hana) 
dan ditambah Ibu Saranita - seorang psikolog (paling kanan)


Foto bersama oma-oma cantik nan gagah :)

 

No comments:

Post a Comment